JAKARTA, KOMPAS.TV - Tahun ini, umat Muslim kembali merayakan Ramadan di tengah Pandemi Covid-19. Vokalis Letto, Noe atau Sabrang Mowo Damar Panuluh, yang juga putra dari Cak Nun, mengajak masyarakat melihat kejadian ini sebagai kesempatan untuk belajar.
“Kita sudah mengalami Ramadan berapa kali, dua Ramadan ini dengan Covid-19, maka kesempatan belajarnya menjadi unik ini,” kata Sabrang saat diwawancarai oleh KOMPAS TV pada Jumat (16/4/2021) lalu.
Pria yang juga aktif di Rumah Maiyah ini mengingatkan bahwa semua kejadian adalah kesempatan belajar baik itu introspeksi diri maupun lainnya.
Baca Juga: Musik Bagi Sabrang “Noe” Letto; Tidak Memiliki Makna Tapi Memberikan Rasa
Pandemi Covid-19 memberi kesempatan untuk belajar menahan diri dan memaafkan dari jauh.
“Kesempatan untuk belajar ini jangan dijadikan alasan untuk bersedih, banyak yang bisa dipelajari dari pengalaman ini,” ujarnya.
Saat ini, tidak ada yang punya kekuatan untuk mengubah keadaan sehingga Sabrang mengajak masyarakat untuk berdamai dengan keadaan.
Sabrang menyarankan untuk mengoptimalkan kesempatan ini dengan mencari hal-hal yang bisa dipelajari.
“Sendirian dalam Ramadan itu lebih khusyuk. Dulu mungkin padat dengan agenda buka bersama, saat ini kita semua harus di rumah. Keadaan yang berbeda dapat memberikan perspektif yang berbeda dengan diri kita,” kata Sabrang.
Ia juga memahami bagi orang-orang yang merantau dna butuh pulang tentu ini menjadi waktu yang sulit. Namun, pilihan tidak mudik di Hari Idul Fitri nanti perlu dilakukan demi kebaikan bersama.
“Daripada berkecimpung dalam kesedihan, kita lihat sebagai kesempatan saja, semakin khusyuk dan kreatif,” ucapnya.
Baca Juga: Lirik Lagu dan Kunci Gitar | Ruang Rindu - LETTO
Menurut Sabrang jika seseorang bisa melihat kejadian ini sebagai kesempatan belajar maka akan ada hasil yang baik.
Alih-alih terus merasa sebagai korban, Sabrang mengajak masyarakat untuk menjadi seorang agent yang mau bergerak melakukan sesuatu dan mencari solusi dari suatu masalah.
“Kita harus bisa ikhlas menerima keadaan apa adanya,” kata Sabrang.
Meskipun begitu, Putra Cak Nun ini mengaku bahwa dirinya bukanlah sosok yang mengikuti suatu tradisi dengan baik.
“Misalnya tradisi sungkem, saya bukanlah anak yang baik untuk urusan itu. Karena menurut saya substansi lebih penting daripada suatu budaya seperti itu,” kata Sabrang.
Ia mengatakan yang penting ialah substansi dibanding hal simboliknya. Ia justru merasa tradisi membuat sesuatu terasa lebih jauh.
“Memaafkan secara tulus menjadi lebih penting daripada aksi atau tradisinya. Kepada orang yang dekat kan tidak harus ditutupi dengan upacara, bisa pakai ekspresi asli kita agar lebih mesra memaafkannya,” kata Sabrang.
Baginya, suatu tradisi dilakukan untuk fun atau bersenang-senang, bukanlah sebagai suatu kewajiban.
“Mungkin cara mengekspresikannya berbeda ya. Tetap memaafkan tetap menghormati namun tidak dengan ekspresi seperti itu,” kata Sabrang.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.