“Daripada berkecimpung dalam kesedihan, kita lihat sebagai kesempatan saja, semakin khusyuk dan kreatif,” ucapnya.
Baca Juga: Lirik Lagu dan Kunci Gitar | Ruang Rindu - LETTO
Menurut Sabrang jika seseorang bisa melihat kejadian ini sebagai kesempatan belajar maka akan ada hasil yang baik.
Alih-alih terus merasa sebagai korban, Sabrang mengajak masyarakat untuk menjadi seorang agent yang mau bergerak melakukan sesuatu dan mencari solusi dari suatu masalah.
“Kita harus bisa ikhlas menerima keadaan apa adanya,” kata Sabrang.
Meskipun begitu, Putra Cak Nun ini mengaku bahwa dirinya bukanlah sosok yang mengikuti suatu tradisi dengan baik.
“Misalnya tradisi sungkem, saya bukanlah anak yang baik untuk urusan itu. Karena menurut saya substansi lebih penting daripada suatu budaya seperti itu,” kata Sabrang.
Ia mengatakan yang penting ialah substansi dibanding hal simboliknya. Ia justru merasa tradisi membuat sesuatu terasa lebih jauh.
“Memaafkan secara tulus menjadi lebih penting daripada aksi atau tradisinya. Kepada orang yang dekat kan tidak harus ditutupi dengan upacara, bisa pakai ekspresi asli kita agar lebih mesra memaafkannya,” kata Sabrang.
Baginya, suatu tradisi dilakukan untuk fun atau bersenang-senang, bukanlah sebagai suatu kewajiban.
“Mungkin cara mengekspresikannya berbeda ya. Tetap memaafkan tetap menghormati namun tidak dengan ekspresi seperti itu,” kata Sabrang.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.