ACEH, KOMPAS.TV - Dalam menyambut hadirnya bulan Ramadan, masyarakat Aceh memiliki cara tersendiri yang unik nan sarat akan makna yang disebut Meugang.
Meugang merupakan tradisi di mana masyarakat di Aceh akan ramai-ramai membeli daging sapi, lalu memasaknya, dan kemudian menyantapnya bersama-sama keluarga.
Tak jarang perayaan ini turut mengundang pula tetangga, anak yatim, dan fakir miskin untuk bersama-sama menikmati hidangan.
Baca Juga: Hindari Penularan Covid-19, Tradisi Takjil Piring Terbang di Masjid Jogokariyan Diganti Nasi Boks
Sehingga menjadikan Meugang sebagai tradisi masyarakat Aceh yang sarat akan makna kebersamaan dan tali persaudaraan.
Biasanya, saat Meugang berlangsung, anak maupun kerabat yang merantau atau tinggal di tempat jauh, akan pulang untuk merayakannya.
Sejarah Meugang
Dalam bukunya berjudul Kebudayaan Aceh dalam Sejarah, sebagaimana juga dikutip Kompascom, tokoh masyarakat Aceh, Ali Hasjmy menjelaskan, tradisi unik ini telah dimulai sejak masa Kerajaan Aceh Darussalam.
Kala itu, lanjut Ali lebih jauh, raja memerintahkan kepada Balai Fakir, yaitu badan yang menangani fakir miskin dan duafa, untuk membagikan daging, pakaian, dan beras kepada masyarakat tersebut.
Baca Juga: Simak! 11 Ucapan Permintaan Maaf Menjelang Ramadan, Bagus buat Dibagikan
Sementara Iskandar dalam karyanya, Perayaan Meugang dalam Perspektif Hukum Islam, menyampaikan, perayaan Meugang mulai ada pada era Sultan Iskandar Muda sebagai wujud syukur raja serta untuk menyambut Ramadhan.
Masa itu, raja mengeluarkan perintah untuk memotong lembu atau kerbau dan kemudian daging-dagingnya dibagikan kepada rakyat.
Makna Mendalam Tradisi Meugang
Masyarakat Aceh tak hanya menggelar Meugang jelang Ramadan, melainkan juga saat menyambut Idul Fitri dan Idul Adha.
Baca Juga: Pandemi Belum Usai, Tradisi Balimau di Sumatera Barat Dilarang
Sebagai daerah yang mayoritas penduduknya memeluk Islam, tradisi Meugang disebut punya kaitan erat dengan pengamalan ajaran agama.
Marzuki, dalam penelitiannya yang terbit dalam El-Harakah: Jurnal Budaya Islam Vol 16, No 2 (2014), Tradisi Meugang dalam Masyarakat Aceh: Sebuah Tafsir Agama dalam Budaya, menjelaskan bahwa dalam Meugang terdapat ruh nilai-nilai keislaman.
Terkhusus saat Ramadan, masyarakat merayakannya sebagai sebuah bentuk suka cita dan kesiapan dalam menyambut datangnya bulan penuh berkah tersebut.
Selain itu, Meugang juga dinilai sebagai momen untuk bersedekah kepada fakir miskin, janda dan anak yatim, serta orang jompo.
Baca Juga: Megengan, Tradisi Sambut Bulan Suci Ramadhan dengan Kegembiraan
Sedekah dalam Meugang dibagi menjadi dua macam, yakni sedekah dalam bentuk daging mentah seberat setengah hingga satu kilogram, dan memberi makan berupa masakan daging.
Masyarakat setempat pun kemudian memandang Meugang sebagai bentuk sebuah keharusan.
Sehingga setiap lapisan masyarakat akan tetap merayakan Meugang, dengan berbagai kondisinya masing-masing.
Tak harus dengan membeli daging sapi atau lembu, Meugang tetap bisa dilaksanakan dengan menyembelih ayam maupun bebek.
Baca Juga: Meski Tak Ada Padusan, Wisata Air di Klaten Tetap Dibuka
Ciri Khas Hidangan Tiap Daerah
Tiap daerah mempunyai ciri khas tersendiri dalam mengolah daging saat perayaan Meugang.
Di Kabupaten Aceh Besar, masyarakat biasanya menyajikan daging yang diolah dengan asam keueung. Yaitu menu yang menyerupai masakan daging cincang Padang, namun rasa asamnya disapat dari cuka atau jeruk purut.
Lain lagi dengan Kabupaten Pidie, dimana masyarakat di sana akan memasak kari. Mereka kerap menghidangkannya bersama lemang, yakni penganan dari beras ketan yang dicampur santan.
Baca Juga: Jelang Ramadhan, Pemerintah Klaten Tiadakan Padusan Demi Cegah Kerumunan
Proses memasaknya dikenal dengan touet lemang (bakar lemang), yang biasanya turut melibatkan saudara atau tetangga dekat.
Sedangkan warga di Kabupaten Aceh Selatan kerap membuat gulai merah. Dari namanya sudah terlihat kalau makanan ini mempunyai rasa pedas.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.