JAKARTA, KOMPAS.TV - Staf Khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Arya Sinulingga menegaskan bahwa tidak ada yang salah dengan komisaris BUMN yang rangkap jabatan.
Pasalnya, menurut dia, tidak ada aturan yang melarang komisaris BUMN yang rangkap jabatan.
Hal ini disampaikan Arya menanggapi temuan Ombudsman Republik Indonesia terkait dengan banyaknya komisaris BUMN yang merangkap jabatan lain.
Baca Juga: Ombudsman dan KPK Usut 397 Komisaris Rangkap Jabatan, Ini Respons BUMN
"Kita mematuhi saja peraturan perundangan yang berlaku. Sepanjang tak ada peraturan perundangan yang kita langgar maka kita akan tetap seperti biasa, yang sudah lama bertahun-tahun dilaksanakan seperti ini," kata Arya, Selasa (4/8/2020), sebagaimana dikutip dari Kompas.com.
Arya menegaskan bahwa sampai saat ini tak ada aturan perundang-undangan yang mengatur bahwa komisaris BUMN dilarang rangkap jabatan.
Jika Ombudsman menyarankan adanya aturan itu, maka Kementerian BUMN akan menunggu sampai usulan itu benar-benar terealisasi.
"Apa pun itu saran ombudsman kita menunggu saja. Kami kementerian BUMN hanya akan mematuhi regulasi yang ada. Itu kan usulan, ya kita lihat nanti saja," katanya.
Baca Juga: Adian Napitupulu Sebut Semua Direksi dan Komisaris BUMN Titipan, Jumlahnya 6.000 Sampai 7.200 Orang
Temuan Ombudsman
Ombudsman RI menemukan ada 397 komisaris terindikasi rangkap jabatan di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan 167 komisaris di anak perusahaan BUMN. Angka tersebut untuk rentang tahun 2016-2019.
Anggota Ombudsman Alamsyah Saragih mengatakan, mereka yang merangkap jabatan ini juga terindikasi rangkap penghasilan.
"Hingga tahun 2019, ada 397 komisaris terindikasi rangkap jabatan di BUMN dan 167 komisaris di anak perusahaan BUMN," kata Alamsyah dalam konferensi pers daring, Selasa (4/8/2020), sebagaimana dikutip dari Kompas.com.
Ia menuturkan, Ombudsman bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan analisis terhadap data tersebut.
Mereka melakukan pendalaman atau profiling terhadap 281 komisaris yang masih aktif di instansi asal.
Hasilnya, sebagian dari komisaris yang rangkap jabatan itu berpotensi konflik kepentingan dan tidak memiliki kompetensi yang sesuai dengan penempatan.
Baca Juga: Menteri BUMN Erick Thohir Digugat Serikat Pekerja Pertamina karena Dianggap Melawan Hukum
Dalam surat yang mereka serahkan kepada Presiden, ada empat kesimpulan yang dicatat Ombudsman terkait praktik rangkap jabatan komisaris BUMN.
Pertama, adanya benturan regulasi akibat batasan yang tidak tegas sehingga menyebabkan penafsiran yang berbeda dan cenderung meluas.
Kedua, pelanggaran terhadap regulasi yang secara eksplisit telah mengatur pelarangan rangkap jabatan (UU, PP, dan peraturan menteri).
Ketiga, adanya rangkap penghasilan yang tidak didasarkan prinsip imbalan atas beban tambahan yang wajar dan berbasis kinerja.
Keempat, sistem rekrutmen komisaris BUMN kurang transparan, kurang akuntabel, dan diskriminatif.
Baca Juga: Disebut Tak Paham Corporate, Adian: Perusahaan BUMN Bukan Badan Intelijen Kenapa Harus Tertutup
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.