“Jadi untuk membantu kelancaran dan kegiatan dunia usaha yang menyangkut hajat rakyat banyak, khususnya penyediaan listrik dan BBM,” kata Askolani dikutip dari Kontan pada Selasa (26/5).
Askolani menegaskan, dana kompensasi tersebut diarahkan untuk memenuhi kewajiban pemerintah kepada PT PLN dan PT Pertamina, sesuai dengan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Namun demikian, kebijakan ini masih dalam proses finalisasi internal pemerintah. Setelah mendapatkan persetujuan Presiden Jokowi, barulah akan diimplementasikan.
Baca Juga: Ekonom: Harga BBM Harusnya Turun Jadi di Kisaran Rp4.500 Per Liter
Ketua Dewan Penasehat Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Ade Sudrajat, mengatakan rencana tersebut dilakukan untuk memenuhi kebutuhan BBM logistik atau sebagai cadangan pembangkit listrik. Sementara penurunan tarif listrik dapat mengurangi tagihan listrik industri itu sendiri.
Kendati demikian, Ade menilai, penurunan tarif listrik dan BBM tidak tepat dilakukan saat ini. Menurut dia, masalah yang dihadapi dunia usaha adalah daya beli masyarakat yang hampir tidak ada.
“Jari pemanis yang tidak manis. Bagaimana mau memperbaiki cashflow perusahaan, padahal uang (cashflow) kami cuma bertahan sampai dengan bulan depan. Jadi, apa yang mau diperbaiki kalau tidak ada daya beli?,” kata Ade.
Baca Juga: DPR Pertanyakan Pertamina Belum Turunkan Harga BBM, Di Malaysia Pertamax Sudah Rp4.500 Per Liter
Ade mengimbau, sebaiknya pemerintah mengalihkan anggaran pembayaran kompensasi PT Pertamina dan PT PLN menjadi perluasan Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari sekitar 10 juta keluarga menjadi 40 juta keluarga.
Menurut Ade, mesti Ramadan dan Lebaran sudah lewat di tahun ini, masih ada momentum peningkatan daya beli yang ditunggu dunia usaha seperti Idul Adha, 17 Agustus, Pilkada, hingga Natal dan tahun baru 2021.
“Jadi, esensinya itu ada di buying power, program seperti ini bisa ditunda dan program pra kerja belakangan saja,” ujar Ade.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.