Ia menyampaikan, PNS tidak boleh menjadi trader saham harian, karena akan mengganggu konsentrasi mereka bekerja.
"Kalau jadi insider trading itu, misalkan dia pegawai pajak, dia tahu perusahaan X akan dapat proyek dari Direktorat Jenderal Pajak, lalu dia beli duluan saham itu. Jadi saat kinerja saham perusahaan itu bagus karena kerja sama dengan DJP, dia sudah tahu duluan," ujarnya.
Dalam Peraturan Pemerintah No 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS, memang tidak disebutkan jika PNS tidak boleh mempunyai saham. Pasal 5 huruf a hanya menyebutkan, PNS dilarang menyalahgunakan wewenang.
Baca Juga: Dana Mencurigakan Rp300 Triliun di Kemenkeu, PPATK: Yang Dipegang Menkeu Itu Dokumen Rekap
Kemudian dalam huruf f PP yang sama tertulis, PNS dilarang untuk memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan barang baik bergerak atau tidak bergerak, dokumen, atau surat berharga milik negara secara tidak sah.
Bastanul mengakui, dengan tidak adanya pengawasan yang konsisten, masih sulit untuk mencegah PNS menjadi insider trading.
Kecuali pemerintah menerapkan sistem Single Identity Number (SIN) atau Nomor Identitas Tunggal. SIN ini bisa memonitor terjadinya percobaan atau upaya melakukan korupsi.
"Negara seperti Jepang saja masih kesulitan mengatur soal insider trading yang memang rumit ini," ucapnya.
"Tapi dengan adanya SIN, jangankan beli saham, beli mobil bekas saja akan terdeketsi. Akan tercatat di polisi itu lalu terkoneksi ke data di Ditjen Pajak. Sayang Indonesia belum bisa terapkan SIN," ucapnya.
Baca Juga: Sudah Lapor SPT, Jokowi: Uang Pajak untuk Perbaiki Jalan Hingga Subsidi BBM
Bastanul menuturkan, dengan sistem ini semua transaksi bisa terdeteksi. Jadi tidak ada lagi wajib pajak yang bisa menyembunyikan hartanya dan berani melakukan kongkalikong. Karena datanya terbuka. Termasuk para pegawai pajak sendiri tak akan berani.
"Kalau sekarang, misalkan Anda punya tanah 10, lalu yang anda laporkan hanya 5. Apakah pegawai pajak akan tahu? Tidak akan. Mereka juga enggak akan negecek satu-satu," tuturnya.
Bastanul bilang, menerapkan SIN Pajak ini butuh political will. Malaysia, Singapura, Thailand, dan bahkan Estonia sudah menerapkan sistem nomor identitas tunggal ini. Indonesia masih ketinggalan.
"Ini tidak bisa diterapkan karena yang menghambat soal itu ya Menteri Keuangan Sri Mulyani sendiri. Kementerian Keuangan terlihat malas kalau soal pengawasan," ucapnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.