JAKARTA, KOMPAS.TV - Direktur Eksekutif CORE (Center of Reform on Economics) M. Faisal mengatakan, insentif kendaraan listrik harus dibarengi dengan kesiapan industri di dalam negeri.
Faisal menjelaskan, pemerintah mengeluarkan kebijakan ini dengan melihat tiga manfaat dari subsidi motor listrik yang diberikan.
Yakni mengurangi emisi karbon, menekan impor migas dan untuk industri andalan di masa depan.
Tapi Faisal juga mengatakan, untuk mengurangi emisi, ada langkah lain yang sebenarnya bisa dilakukan dan lebih signifikan dari memberikan insentif motor listrik.
"Dari sisi emisi, transportasi memang salah satu yang paling besar, tapi apakah kendaraan listrik merupakan langkah yang paling signifikan?" kata Faisal kepada Kompas TV, Kamis (9/3/2023).
"Menurut saya, sebetulnya, untuk menekan emisi karbon yang paling penting adalah bagaimana mengalihkan kendaraan pribadi ke transportasi umum," ujarnya.
Sementara mengenai impor migas, Faisal mempertanyakan kebijakan yang sebelumnya dikeluarkan pemerintah mengenai subsidi untuk kendaraan konvensional yang justru menambah beban kebutuhan BBM.
Selain itu, Faisal menambahkan, jangan sampai upaya untuk menekan impor migas dengan memberikan subsidi kendaraan listrik justru malah menaikkan impor non-migas karena industri di dalam negeri belum siap.
"Kemudian impor migas, untuk menekan kendaraan listrik didorong. Tapi kalau belum siap industri pendukungnya, alih-alih menekan impor malah bisa berpotensi menaikkan impor non-migas," ujarnya.
Baca Juga: Insentif Kendaraan Listrik Akan Meluncur pada 20 Maret 2022! Ini Syaratnya!
Maka dari itu, Faisal menilai, sebelum memberikan insentif untuk kendaraan listrik, industri dalam negeri harus siap terlebih dahulu agar subsidi yang diberikan bisa memberikan multiplier effect untuk masyarakat.
"Tapi tadi juga disampaikan bahwa yang diberikan insentif adalah yang punya TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) misalnya 40 persen. Sebetulnya, salah satu upaya tadi itu supaya multiplier effect-nya itu besar di dalam negeri, bukan mendorong impor komponen," katanya.
"Jadi artinya, TKDN oke. Tapi yang harus dipastikan bukan sekedar berapa persen TKDN-nya tapi dari hilir kendaraan listrik kemudian komponen baterai kemudian ke hulu industri smelter, nikel misalnya, nah ini sudah tersambung belum," pungkasnya.
Seperti yang diketahui, bantuan subsidi atau insentif kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) siap digulirkan mulai 20 Maret 2023 mendatang.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut B Pandjaitan menyatakan, setelah pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai, produksi dan penjualan motor listrik berjalan cepat.
Pemerintah menetapkan subsidi pembelian motor listrik baru berbasis baterai sebesar Rp 7 juta untuk 200.000 unit motor.
Kemudian, pemerintah juga memberikan subsidi sebesar Rp 7 juta untuk konversi motor berbahan bakar minyak (BBM) menjadi motor listrik sebanyak 50.000 unit.
Seluruh produksi dan konversi motor dilakukan di Indonesia.
Selain itu, Kementerian Perindustrian mengusulkan sebanyak 35.900 unit mobil dan 138 unit bus untuk diberikan subsidi KBLBB.
Baca Juga: Siap-Siap, Insentif Kendaraan Listrik Akan Cair 20 Maret 2023!
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.