Kompas TV bisnis ekonomi dan bisnis

PPATK Temukan Transaksi Mencurigakan Rp183,88 T di 2022, Terbanyak Korupsi dan Narkotika

Kompas.tv - 29 Desember 2022, 06:48 WIB
ppatk-temukan-transaksi-mencurigakan-rp183-88-t-di-2022-terbanyak-korupsi-dan-narkotika
Kepala PPATK Ivan Yustiavandan mengatakan, pihaknya menemukan transaksi keuangan mencurigakan hingga Rp183,88 triliun, Rabu (28/12/2022). (Sumber: Tangkapan layar Kompas TV)
Penulis : Dina Karina | Editor : Gading Persada

JAKARTA, KOMPAS.TV- Sepanjang tahun 2022, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan transaksi keuangan mencurigakan hingga Rp183,88 triliun. Jumlah itu berhasil terlacak karena PPATK bekerjasama dengan berbagai lembaga keuangan. 

Kepala PPATK Ivan Yustiavandan mengatakan, ada peningkatan pelaporan transaksi mencurigakan ke pihaknya sebesar 12,1 persen, dibanding periode yang sama tahun lalu. 

"Dalam 11 bulan ini PPATK sudah menyampaikan 1.215 laporan hasil analisis yang terkait dengan 1.544 laporan transaksi keuangan mencurigakan," ujar Ivan dalam konferensi pers pada Rabu (28/12/2022).

"Kita melakukan hubungan sangat intensif dan dekat dalam bentuk permintaan informasi ke penyedia jasa keuangan," tambah dia seperti dalam laporan tim jurnalis Kompas TV.

Untuk melacak transaksi mencurigakan tersebut, PPATK total sudah mengirimkan 3.990 permintaan informasi kepada penyedia jasa keuangan. Atau sekitar 100 permintaan per hari sejak awal tahun sampai saat ini. 

Baca Juga: PPATK Blokir 121 Rekening Investasi Ilegal, Isinya Uang Rp 353 M

"Jadi kita sudah mengirimkan 3.990 permintaan kepada lembaga jasa keuangan atau pelapor," ucapnya. 

"Risiko terbesar sumber dan pencucian uang itu masih diduduki oleh tindak pidana korupsi dan narkotika,” lanjutnya.

Untuk tipikor, jumlah transaksi keuangan yang diungkap PPATK sebanyak 225 transaksi dengan nilai Rp81,3 triliun.

Ivan menjelaskan, ada sejumlah modus yang paling banyak digunakan dalam transaksi terkait tipikor. Yakni penggunaan rekening atas nama keluarga Politically Exposed Person untuk menampung dana yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi.

Kedua, penggunaan rekening orang dekat dengan Penyelenggara Negara, seperti asisten rumah tangga, supir pribadi, dan lainnya.

Lalu penyaluran dan pinjaman dari Lembaga Keuangan Pemerintah untuk kegiatan ekspor fiktif dari berbagai perusahaan sehingga mengakibatkan gagal bayar.

Sedangkan hasil pencairan dana dialirkan ke perusahaan-perusahaan dan ke rekening atas nama pelaku (debitur) beserta keluarga yang kemudian digunakan untuk keperluan pribadi, seperti pembelian polis asuransi.

Baca Juga: Dibubarkan Jokowi, PT PANN Tak Dikenal Sri Mulyani, Merugi Sejak Beli 10 Boeing Eks Lufthansa

Ada juga penggunaan rekening perusahaan untuk menampung dana dari terduga korupsi yang merupakan oknum pejabat anak perusahaan BUMN.

"Kemudian, banyak nominal masuk kepada instrumen pasar modal dan juga terjadinya penukaran dalam bentuk valuta asing," sebutnya. 

Selanjutnya, penggunaan instrumen pasar modal untuk menampung dana hasil korupsi.


 

Terakhir, penempatan dana hasil korupsi pada rekening deposito atas nama pribadi dan digunakan untuk pembayaran pinjaman yang diajukan oleh pelaku guna menyamarkan hasil tindak pidana korupsi yang telah dilakukan.

Ketujuh, transaksi penukaran valuta asing yang memiliki nilai tukar tinggi sebagai media untuk melakukan tindak pidana penyuapan.

Sementara nilai transaksi terkait narkotika adalah sebesar Rp3,4 triliun. Modus yang sering digunakan oleh para sindikat jaringan narkotika, yaitu penggunaan rekening nominee, pengendalian transaksi peredaran narkotika dari dalam penjara, penggunaan perusahaan transfer dana ilegal (modus hawala).




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x