Menurut dia, salah satu yang juga perlu dipertimbangkan dalam menentukan nilai UMP 2023 adalah ketidakpastian ekonomi global di tengah ancaman resesi ekonomi. Sehingga,, tidak semata mencari nilai atau besaran UMP.
"Dalam kondisi seperti ini harapan yang penuh ketidakpastian pada 2023 sejalan krisis ekonomi global ini mesti dipertimbangkan. Kami ini mau menaikkan upah atau mempertahankan perusahaan," tutur Nurjaman.
Gugatan terkait UMP 2022 di DKI itu berawal saat Mantan Gubernur DKI Anies Baswedan merevisi Kepgub DKI nomor 1395 tahun 2021 tentang UMP 2022 menjadi Kepgub 1517 tahun 2021.
Dalam Kepgub hasil revisi itu, Gubernur DKI menaikkan UMP 2022 untuk pekerja di bawah masa kerja satu tahun di DKI sebesar 5,1 persen menjadi Rp4.641.854 dari ketetapan sebelumnya hanya naik 0,85 persen menjadi sebesar Rp4.453.935 pada Sabtu (18/12/2021).
Apindo yang tidak terima menggugat kebijakan Anies ke PTUN DKI Jakarta dan kemudian menang.
Baca Juga: Geruduk Kemnaker, Buruh Tuntut Upah Naik 13 Persen dan Ancam Mogok Nasional
PTUN DKI menyebutkan penerbitan Kepgub revisi itu cacat yuridis di antaranya karena pembahasan besaran UMP 2022 dilakukan melalui rapat, bukan yang seharusnya yaitu lewat Sidang Dewan Pengupahan DKI.
Serta waktu penerbitan yang menyalahi regulasi yakni pada 16 Desember, sedangkan aturannya paling lambat 21 November pada tahun berjalan.
Sebelumnya, sejumlah perwakilan asosiasi buruh meminta UMP 2023 naik 13 persen. Para buruh ingin menyampaikan aspirasi soal kenaikan UMP sebesar 13 persen itu langsung ke Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono.
Sebab, Heru lah nantinya yang akan mengeluarkan surat keputusan terkait besaran UMP DKI Jakarta 2023.
Adapun UMP DKI 2022 saat ini adalah Rp 4.641.854. Artinya jika tuntutan buruh untuk naik 13 persen dipenuhi, maka angkanya menjadi Rp 5,4 juta.
Sumber : Antara
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.