JAKARTA, KOMPAS.TV - Sebagai pemilik baru Twitter, Elon Musk benar-benar mewujudkan ide biaya berlangganan untuk akun terverifikasi. Pada Minggu (6/11), aplikasi Twitter di perangkat iOS mulai memberikan informasi "mendaftar sekarang" senilai 7,99 dolar Amerika Serikat. Atau sekitar
Rp124.000 (kurs Rp15.600).
"Mendaftar sekarang untuk mendapatkan tanda centang biru seperti selebriti, perusahaan dan politikus yang sudah Anda ikuti," tulis Twitter dalam keterangan di aplikasi.
Mengutip dari Antara, Senin (7/11/2022), aplikasi Twitter di iOS juga menginformasikan, jika akun terverifikasi akan melihat lebih sedikit iklan, durasi unggahan video lebih panjang dan mendapat prioritas untuk konten berkualitas.
Biaya berlangganan untuk akun terverifikasi berlaku untuk pengguna di Amerika Serikat, Kanada, Australia, Selandia Baru dan Inggris Raya. Namun Twitter dan perwakilan Elon Musk, belum memberikan komentar atas itu.
Musk mengumumkan rencana biaya langganan untuk akun terverifikasi melalui akun Twitter miliknya.
Baca Juga: Mantan Eksekutif Twitter Geram dengan Tingkah Elon Musk: Dia Tidak Tahu Lagi Ngapain
"Segera setelah kami bisa mengonfirmasi layanan itu berjalan dengan baik di sejumlah negara dan kami sudah menyelesaikan penerjemahan, layanan itu akan tersedia untuk seluruh dunia," cuit Musk.
Sebelum dibeli Musk, centang biru diberikan kepada orang atau perusahaan yang sudah dikonfirmasi Twitter sebagai pemilik akun itu. Belum dijelaskan bagaimana perubahan itu juga berpengaruh terhadap proses verifikasi akun.
Musk juga mencuit Twitter akan bisa memuat lebih banyak kata dan lebih banyak monetisasi untuk konten.
Sementara itu, pendiri lembaga riset media sosial Drone Emprit, Ismail Fahmi mengatakan, keputusan Elon Musk itu merupakan eksperimen untuk mengatasi permasalahan yang membelit Twitter.
Menurut Fahmi, Elon Musk berupaya untuk mengalihkan Twitter dari model bisnis yang membuat platform tersebut sangat bergantung pada iklan.
Baca Juga: Elon Musk Pecat Karyawan Twitter Besar-Besaran, Pendiri Twitter Minta Maaf
Model bisnis seperti itu membuat algoritma Twitter lebih mementingkan hal-hal kontroversial dan emosional, karena menimbulkan interaksi atau engagement yang tinggi.
"Dan ternyata itu men-drive apa? Ya hal-hal yang sifatnya disinformasi jadi banyak, karena itu men-drive engagement jadi tinggi," kata Fahmi seperti dikutip dari Kompas.com, Jumat (4/11/2022).
Fahmi menilai, melalui kebijakan ini Elon Musk mencoba membangun ruang digital yang terbuka dan seimbang bagi semua pihak serta bersih dari akun bot.
Bot atau akun yang diprogram otomatis untuk tujuan tertentu, telah dicurigai sebagai penyebab maraknya penyebaran disinformasi di Twitter.
Pada Mei 2020, hasil studi tim peneliti Carnegie Mellon University menunjukkan, hampir separuh akun Twitter yang menyebarkan konten terkait pandemi Covid-19 kemungkinan adalah bot.
Baca Juga: Pendiri Twitter Jack Dorsey Bikin Medsos Baru "BlueSky", Puluhan Ribu Orang Sudah Antre Mau Pakai
Para peneliti menyaring lebih dari 200 juta twit yang membahas virus corona sejak Januari 2020 dan menemukan bahwa sekitar 45 persen dikirim oleh akun yang berperilaku seperti robot terkomputerisasi daripada manusia.
Sebelum menyelesaikan pengambilalihan Twitter, Elon Musk sendiri sempat melontarkan klaim bahwa 20 persen dari seluruh akun Twitter merupakan akun palsu.
Angka itu empat kali lebih besar dari perhitungan Twitter, yang memperkirakan 5 persen dari jumlah total pengguna aktifnya adalah akun palsu atau spam. Namun, Twitter juga mengatakan bahwa jumlah sebenarnya bisa lebih tinggi dari perkiraan mereka.
"Harapan dia (Elon Musk) yang ingin dibangun di Twitter ini orang-orang (asli) isinya. Selama ini banyak bot dan troll kan, nah mungkin nanti setelah ada verifikasi akan jauh lebih banyak yang orang-orang betulan yang bicara," ujarnya.
Baca Juga: Dipecat Elon Musk, Segini Pesangon Mantan CEO dan Sederet Petinggi Twitter
Menurut Fahmi, pemberian centang biru kepada pengguna yang bersedia membayar juga tidak lantas membuat mereka bebas menyebarkan hoaks atau disinformasi di Twitter.
Dia meyakini Twitter masih menerapkan aturan bahwa label centang biru dapat dicabut apabila pengguna terbukti menyebarkan informasi palsu atau hoaks.
"Enggak kemudian centang biru, bayar 8 dollar AS, Anda bebas bicara apa pun termasuk hoaks, misalnya. Saya kira kok enggak seperti itu semangat awal Elon Musk," tuturnya.
Sumber : Antara, Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.