JAKARTA, KOMPAS.TV - Anggota Komisi XI (keuangan) DPR RI Fraksi Partai Demokrat Didi Irawadi Syamsuddin meminta pemerintah sebaiknya menghapus Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) secepatnya.
Hal itu akan memacu mobilitas masyarakat yang lebih banyak dan pada akhirnya mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
"Karena mobilitas masyarakat memegang peran penting di Indonesia. Bisa dilihat dari lebih tingginya pertumbuhan kuartal terakhir tahun lalu, di mana ada liburan Natal dan menyambut tahun baru, ada baiknya PPKM dihapuskan secepatnya," kata Didi kepada Kompas TV, Kamis (12/5/2022) malam.
Ia menjelaskan, saat ini kasus Covid-19 yang masih ditangani (rawat inap) RS dan Wisma Atlet sudah rendah.
Lalu, berdasarkan data Kementerian Kesehatan 86,6 persen rakyat Indonesia sudah punya antibodi.
Baca Juga: Airlangga Sebut Pertumbuhan Ekonomi RI Lebih Tinggi Dari Cina Hingga AS
Badan Pusat Statistik merilis data pertumbuhan ekonomi 5,01 persen pada kuartal I-2022, dibanding periode sama 2021.
Angka tersebut bahkan lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi China, Amerika Serikat, Korea Selatan, dan Singapura.
Namun, Didi mengingatkan, data pertumbuhan ekonomi dari BPS itu tak lepas dari basis rendah pada tahun lalu (low based effect).
Pada kuartal I-2021, ekonomi Indonesia minus 0,74 persen dibanding kuartal 1-2020.
"Naiknya penggunaan listrik sektor industri naik sekitar 15 persen, memang menunjukkan adanya perbaikan, namun juga dari penggunaan listrik yang rendah sebelumnya. Artinya belum optimal kapasitas industri terpakai," ujar Didi.
Menurutnya, ada sejumlah hal yang harus segera diselesaikan pemerintah untuk momentum ekonomi bisa tumbuh, seiring menandainya kasus Covid-19.
Pertama, penanganan informasi tentang hepatitis misterius yang kini sedang merebak.
Baca Juga: Sri Mulyani Sebut Perang Rusia-Ukraina Jadi Tantangan Pertumbuhan Ekonomi 2022
Pemerintah perlu mengedukasi agar masyarakat tidak takut berlebihan sehingga berpotensi kontra produktif.
Lalu, perlu sinergi antar Kementerian/Lembaga, yang dalam penanganan Covid masih lemah.
Sehingga data Kemenkes di atas seakan kurang (untuk tidak mengatakan tidak) bermakna.
"Perlu juga melihat negara tetangga policy-nya terkait kunjungan ke Singapura yang lebih mudah dibandingkan Indonesia. Jangan kita yang sudah lama megap-megap kunjungan wismannya malah lebih kaku dibanding Singapura," tutur Didi.
"Ini tampak dari masih rendahnya pertumbuhan wisata di Bali, misalnya yang tak mencapai 2 persen," tambahnya.
Hal lain yang juga perlu dicermati, lanjut Didi, tak satu pun negara produsen vaksin yang menerapkan mandatory vaccine, malah sebagai konsumen vaksin. Sedangkan Indonesia menerapkan mandatory vaccine secara de facto.
Baca Juga: Beredar Info Biaya Administrasi BRI Naik Jadi Rp150.000, Ini Kata Pihak Bank
"Kecuali mungkin China (produsen vaksin dan konsumen vaksin)" ucap Didi.
"Ini menguras sebagian devisa untuk membelinya. Sudah cukup apa yang dilakukan selama ini, apalagi jika merujuk data Kemenkes di atas, target herd immunity sudah terlampaui," tandasnya.
Sementara , ia memprediksi pertumbuhan kuartal II-2022 akan banyak disumbang mobilitas tinggi terkait Idul Fitri.
Sumber :
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.