Kompas TV bisnis ekonomi dan bisnis

Eksekusi Sanksi Pelanggaran Pembayaran THR Dipertanyakan, Begini Jawaban Ombudsman

Kompas.tv - 22 April 2022, 20:36 WIB
eksekusi-sanksi-pelanggaran-pembayaran-thr-dipertanyakan-begini-jawaban-ombudsman
Konferensi pers bertajuk Pengawasan Pembayaran THR dan BSU Ketenagakerjaan 2022 secara hybrid, Jumat (22/4/2022). (Sumber: Kompas.tv)
Penulis : Fransisca Natalia | Editor : Vyara Lestari

JAKARTA, KOMPAS.TV – Implementasi sanksi pelanggaran ketenagakerjaan soal tunjangan hari raya (THR) terus dipertanyakan. Pasalnya, ada beberapa aturan sanksi THR yang tidak bisa dieksekusi. Salah satunya di Jawa Tengah (Jateng).

Sekjen Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jawa Tengah Aulia Hakim mengungkapkan, sejumlah data tahun 2020-2021 menunjukkan, pelanggaran THR tidak sampai pada tahap eksekusi, khususnya di Jateng.

“Selama ini yang kami analisis di Dinas Provinsi Jateng, seakan-akan sanksi THR ini hanya indah di kertas, tapi tanpa makna,” ujarnya dalam konferensi pers bertajuk Pengawasan Pembayaran THR dan BSU Ketenagakerjaan 2022 yang dipantau secara virtual, Jumat (22/4/2022).

Selain itu, ia juga mengungkapkan temuan bahwa pemberian sanksi terkait pelanggaran THR belum memiliki eksekutor.

“Memang sudah diatur dalam Permenaker 6 Tahun 2016 dan PP 36 Tahun 2021 terkait mekanisme penetapan saksi THR. Tetapi informasi yang kami terima bahwa eksekutornya ini belum ada,” terangnya.

Dalam hal ini, Plt. Kepala Pemeriksaan Laporan Keasistenan Utama VI Ombudsman Ahmad Sobirin menjelaskan, seharusnya yang melakukan eksekusi untuk di daerah adalah pimpinan daerah.

“Tentu nanti kita dorong agar pimpinan daerah bisa efektif dalam melakukan tindak lanjut dari hasil petugas Disnaker setempat,” ujarnya  dalam kesempatan yang sama.

Baca Juga: Ombudsman Dorong Kemenaker Lebih Intensif Awasi Pemberian THR

Menurutnya, eksekusi tersebut membutuhkan keseriusan dan atensi lebih serius dari para pemangku kepentingan. Baik itu pelapor maupun pemerintahnya, juga sambutan baik dari perusahaannya.

Posko THR

Ia pun berharap teman-teman pekerja, dalam hal ini KSPI, tidak perlu ragu untuk melaporkan pada pihak terkait, misalnya kepada posko. Namun, jika posko atau eksekusi tidak dapat dilakukan, bisa menggunakan saluran pelaporan yang dimungkinkan terkait dengan dugaan pelanggaran ketenagakerjaan soal pemberian THR ini.

“Silakan KSPI nanti berkoordinasi dengan pihak terkait melapor kepada posko. Apabila posko nanti tidak efektif dalam tindak lanjutnya, silakan melaporkan ke Ombudsman RI,” pungkasnya.

Sebagai informasi, mekanisme pelaporan terkait pelanggaran ketenagakerjaan, dalam hal ini THR, dilaporkan melalui Posko THR. Kemudian, Ombudsman akan melakukan pengawasan pada posko tersebut agar penanganan tindak lanjut sesuai prosedur dan aturan.

Anggota Ombudsman Robert Na Endi Jaweng pun menambahkan, hal krusial pertama yang penting diawasi adalah pembentukan Posko THR di semua pemerintahan provinsi, kabupaten dan kota. Lantaran, ada kecurigaan masih ada kab/kota dan provinsi yang belum membentuk Posko THR.

“Kalo posko belum terbentuk di daerah, bagaimana kanalnya untuk pengaduan atau konsultasi?” ucapnya.

Kepala Daerah adalah Eksekutor 

Eksekusi disebutnya sebagai hal krusial selanjutnya. Robert menyebut, dalam konstruksi pemerintahan, eksekutor ada di tangan kepala daerah. Artinya, kepala daerahlah yang menjatuhkan sanksi administrasi.

“Sanksi administrasi ini sesungguhnya sudah diatur. Nanti kepala daerah akan melihat sanksi apa yang dijatuhkan dengan berpedoman pada PP 36 Tahun 2021. Ada yang pembekuan operasional, pengurangan produksi, ada yang bahkan sampai pencabutan izin,” sebutnya.

Untuk itu, menurut Robert, kepala daerah harus bisa melihat secara selektif penyebabnya. Dengan kata lain, hal ini bergantung pada komitmen dan ketegasan kepala daerah.

Mengingat, ada kekhawatiran bahwa segala proses ini dikembalikan kepada mekanisme internal perusahaan. Mekanisme ini seperti dialog bipartit antara pekerja dan pengusaha, kemudian perjanjian kerja sama, dan lain sebagainya.

“Itu memang indah di kata-kata, tetapi pelaksanaan ini agak manipulatif sebenarnya,” bebernya.

Pasalnya, ia menilai, posisi tawar relasi kuasa antara pekerja dan perusahaan sudah timpang.

“Maka, Ombudsman meminta, jangan selalu dikembalikan ke mekanisme internal. Kalau itu pilihannya, (bakal) seperti hal tahun lalu, ujung-ujungnya tidak jelas nanti,” tandas Robert.

 




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x