"Kalau dari audit ditemukan penyimpangan dicabut saja izinnya. Ini kebijakan di level kementerian kan seperti itu," imbuhnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung melakukan penyelidikan dugaan gratifikasi yang dilakukan PT Mikie Oleo Nabati Industri (OI) dan PT Karya Indah Alam Sejahtera (IS) dalam penerbitan persetujuan ekspor minyak sawit tahun 2021-2022 dari Kemendag.
Kapuspenkum Kejaksaan Agung RI Ketut Sumedana menyatakan seharusnya kedua perusahaan tersebut tidak mendapatkan izin ekspor minyak goreng lantaran tidak memenuhi syarat domestic market obligation (DMO) atau kewajiban distribusi kebutuhan dalam negeri serta harga penjualan di dalam negeri atau domestic price obligation (DPO).
Baca Juga: Dua Perusahaan Tak Penuhi Syarat, Tapi Dapat Izin Ekspor Minyak Goreng?
Kemudian kedua perusahaan tersebut tidak mempedomani pemenuhan kewajiban distribusi kebutuhan dalam negeri sehingga melanggar batas harga yang ditetapkan pemerintah dengan menjual minyak goreng di atas DPO yang seharusnya di atas Rp10.300.
Kejagung menduga gratifikasi pemberian izin penerbitan persetujuan ekspor terhadap dua perusahaan tersebut terjadi dalam kurun waktu 1 Februari sampai 20 Maret 2022.
Di sisi lain, MAKI juga melaporkan 9 perusahaan yang mengekspor besar-besaran CPO ke KPPU dengan dugaan tidak membayar PPN 10 persen dari fasilitas Pusat Logistik Berikat di Pulau Sumatra.
Akibatnya ekspor besar-besaran tersebut negara mendapat kerugian dan terjadinya kelangkaan minyak goreng di tanah air.
Baca Juga: Ini Kisi-Kisi MAKI soal Korporasi 9 Perusahaan Eksportir CPO yang Dilaporkan ke KPPU
"Harusnya negara mendapat PPN 15 persen ketika dia (sembilan perusahaan) mengekspor, tapi ini hanya mendapatkan 5 persen, artinya ada keuntungan besar," ujar Boyamin di kantor KPPU, Jakarta Pusat, Selasa (5/4) lalu.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.