Kompas TV bisnis kebijakan

Pertamina Jual Pertamax Rp9.000/Liter, Negara Lain Jual BBM Nonsubsidi di Atas Rp16.000

Kompas.tv - 21 Maret 2022, 15:40 WIB
pertamina-jual-pertamax-rp9-000-liter-negara-lain-jual-bbm-nonsubsidi-di-atas-rp16-000
Pengendara motor mengisi BBM jenis Pertalite di sebuah SPBU Pertamina di Jakarta, Jumat (24/12/2021). (Sumber: Antara )
Penulis : Dina Karina | Editor : Iman Firdaus

JAKARTA, KOMPAS.TV- Pertamina sampai saat ini masih menjual BBM RON 92 atau Pertamax di harga Rp9.000 per liter. Padahal, jika mengikuti pergerakan harga minyak dunia, harga keekonomian Pertamax sudah di atas Rp14.000 per liter.

Harga jual Pertamax di Indonesia bahkan jauh lebih murah jika dibanding harga BBM nonsubsidi di negara ASEAN lainnya. Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Agung Pribadi menyebut, harga BBM non-subsidi Singapura sebesar Rp30.800/liter, Thailand Rp20.300/liter, Laos Rp23.300/liter, Filipina Rp18.900/liter, Vietnam Rp19.000/liter, Kamboja Rp16.600/liter, dan Myanmar Rp16.600/liter.

“Sebagai informasi bahwa batas atas harga jual jenis BBM umum RON 92 untuk bulan Maret 2022 sebesar Rp14.526 per liter. Harga tersebut merupakan cerminan dari harga keekonomian BBM berdasarkan formula harga dasar dalam perhitungan harga jual eceran jenis BBM Umum,” kata Agung dikutip dari laman resmi Kementerian ESDM, Senin (21/3/2022).

Baca Juga: Solar Langka, Sebagian Truk Mogok Kehabisan BBM

"Yang pasti saat ini semua SPBU menjual RON92 dibawah harga batas atas tersebut, di berbagai SPBU tercatat kisaran Rp11.000-Rp14.400 per liter, kecuali Pertamina saat ini masih menjual RON92 atau Pertamax cukup rendah sebesar Rp9.000 per liter,” lanjutnya.

Agung menyampaikan, untuk harga BBM jenis umum memang ditetapkan badan usaha. Selama tidak melebihi batas atas yang ditetapkan. Ia menjelaskan, selama 3 minggu Krisis Rusia-Ukraina berlangsung membuat harga minyak kini menembus level 110 dollar AS per barrel.

Hal itu tentu saja ikut mengerek harga BBM. Tapi Agung menegaskan, Pertamina tidak menaikkan harga Pertalite karena jenis itu yang paling banyak dikonsumsi masyarakat saat ini. Harga Pertalite saat ini masih sebesar Rp7.650 per liter.

"ICP sementara masih tinggi, diatas 114 dollar AS per barel. Harga minyak Brent lebih tinggi lagi. Tingginya harga minyak tidak hanya berdampak pada APBN, tetapi harga penyediaan BBM,” tutur Agung.

Baca Juga: Staf Khusus Menteri BUMN: Harusnya Orang-orang Kaya Malu Pakai Pertalite

“Untuk melindungi masyarakat, BBM bersubsidi seperti misalnya solar, minyak tanah, dan BBM yang paling banyak dikonsumsi masyarakat seperti Pertalite harganya tetap dijaga," tambahnya.

Sebelumnya, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, langkah pemerintah yang menahan harga BBM Pertalite sudah tepat. Lantaran rakyat sudah dibebani dengan kebaikan harga bahan pangan saat ini.

Harga Pertalite yang hingga saat ini belum naik, juga menahan laju inflasi dan kenaikan harga barang-barang lainnya. Di sisi lain, Bhima mengingatkan agar pemerintah menambah dana kompensasi ke Pertamina, yang menjual Pertalite lebih murah dari yang seharusnya.

Bhima menyebut, harga keekonomian Pertalite diperkirakan di atas Rp11.500 per liternya. Jika dijual di harga Rp7.650 per liter, Pertamina harus menanggung selisih Rp3.850 per liternya.

Baca Juga: Pertamina Berdalih Kelangkaan Akibat Permintaan Solar Tinggi

“Untuk mengendalikan inflasi, ya dengan tidak menaikkan harga Pertalite ini. Hanya saja Pertamina sebagai badan usaha harus mendapatkan dana kompensasi tambahan dari pemerintah karena Pertalite bukan BBM penugasan,” terang Bhima kepada KOMPAS.TV, beberapa waktu lalu.

Ia mengatakan, konsumsi Pertalite saat ini lebih dari setengah konsumsi BBM nasional. Jadi jika harganya naik, akan sangat berdampak pada kenaikan harga-harga lainnya. Bhima pun mengapresiasi keputusan yang diambil pemerintah, untuk menahan harga Pertalite untuk tidak mengikuti kenaikan harga minyak mentah dunia.

Lantas dari mana sumber dana pemerintah untuk dana kompensasi Pertamina atau subsidi BBM? Menurutnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani bisa memanfaatkan keuntungan booming-nya harga komoditas.

Bhima sudah menghitung, saat harga minyak mentah mencapai di atas 127 dollar AS per barel, ada tambahan pendapatan negara dalam bentuk pajak dan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp192 triliun.

Baca Juga: Foto Prewedding Pegawai SPBU Tuai Perhatian Menteri BUMN

“Pendapatan (negara) kan langsung naik, jadi APBN punya ruang untuk menahan kenaikan harga Pertalite. Bahkan Pertamax juga bisa ditahan kenaikan harganya, meski harga minyak mentah sedang liar,” ujar Bhima.

Nah, jika pemerintah sudah kesulitan mencari dana tambahan untuk menambal selisih harga keekonomian dan harga jual BBM, Bhima menyampaikan ada cara lain yang bisa digunakan. Yaitu dengan melakukan dengan realokasi dari dana infrastruktur.

“Antara pembangunan IKN (ibu kota negara) dan jaga stabilitas harga di masyarakat pastinya lebih prioritas jaga stabilitas harga kan,” ucapnya.




Sumber :




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x