"Rangkap jabatan tersebut bisa berakibat pada persaingan praktek usaha yang tidak sehat, sehingga menghambat persaingan usaha," ujar Taufik.
Peraturan Menteri (Permen) BUMN Nomor 10 Tahun 2020 menyebutkan, dewan komisaris dan dewan pengawas BUMN dapat merangkap jabatan sebagai dewan komisaris pada perusahaan selain BUMN, dengan ketentuan mengacu pada ketentuan peraturan Perundang-undangan sektoral.
Menurut KPPU, aturan itu bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 25 Tahun 1999. Pasal 26 UU tersebut menyebutkan, jabatan sebagai direksi atau komisaris suatu perusahaan, pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi dan komisaris pada perusahaan lain.
Larangan berlaku apabila perusahaan-perusahaan itu di pasar yang sama, atau memiliki keterkaitan erat di bidang atau jenis usaha, atau secara bersama menguasai pangsa pasar tertentu.
Baca Juga: Menteri BUMN Erick Thohir Tunjuk Wishnutama jadi Komisaris Telkomsel
Sehingga, rangkap jabatan komisaris BUMN berpotensi membuat perusahaan untuk terlibat dalam pengaturan pasar terkait harga, pasokan, pembagian wilayah, hingga jumlah produksi.
"Jika perusahaan yang bersangkutan ada di pasar yang sama, maka potensi mengarah ke kartel semakin kuat," tambahnya.
Dampak negatif lainnya dari rangkap jabatan petinggi BUMN adalah penyalahgunaan hambatan vertikal dengan melakukan praktik eksklusivitas, tying dan bundling. Serta aksi korporasi lain yang melibatkan perusahaan di mana komisarisnya saling rangkap jabatan.
Baca Juga: Mantan Menparekraf Wishnutama Kembali Jadi Komisaris Tokopedia
Lalu berpotensi membuat tindakan penguasaan pasar antar perusahaan yang kegiatan usahanya saling terkait, di mana komisaris perusahaan tersebut terlibat dalam rangkap jabatan.
KPPU juga sudah meminta Erick Thohir untuk memastikan personil yang menjadi direksi/komisaris dalam lingkup BUMN tidak dalam posisi rangkap jabatan dengan perusahaan selain BUMN.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.