JAKARTA, KOMPAS TV - Menteri Keuangan, Sri Mulyani, mengatakan pengenaan bea meterai Rp 10 ribu untuk tiap dokumen elektronik pada transaksi surat berharga di Bursa Efek Indonesia (BEI) belum akan diberlakukan pada 1 Januari 2021.
Pasalnya, meterai elektroniknya sampai saat ini belum tersedia. Juga infrastruktur penunjangnya masih dalam pengerjaan. Termasuk soal distribusi dan penjualannya.
Baca Juga: Sri Mulyani: Youtuber, Jangan Lupa Bayar Pajak
"Meterai elektroniknya belum ada. Kami sedang melakukan persiapan infrastruktur. Perlu dibuat dulu bentuknya, distribusinya, dan penjualannya," kata Sri Mulyani dalam konferensi persnya secara virtual pada Senin (22/12/2020).
Karena masih dalam tahap persiapan itulah, kata Sri Mulyani, pihaknya masih membutuhkan waktu lagi untuk benar-benar bisa menerapkan kebijakan pengenaan bea meterai Rp 10 ribu itu.
"Jadi, pada 1 Januari 2021 mungkin belum bisa dilakukan karena masih persiapan dan butuh waktu," ucap Sri Mulyani.
Baca Juga: Sri Mulyani: Jangan Sampai Rem Harus Diinjak Hanya karena Covid-19 Meningkat Pesat
Meski belum akan diterapkan pada 1 Januari 2021, Sri Mulyani menuturkan, nantinya kebijakan ini tentunya akan diterapkan. Namun, belum dapat dipastikan kapan kebijakan tersebut mulai berlaku.
Sri Mulyani menjelaskan, pemberlakuan bea meterai Rp 10 ribu ini dilakukan karena pemerintah ingin memberikan kesetaraan bagi dokumen fisik konvensional dan elektronik pada setiap transaksi.
Namun demikian, dia menegaskan, pengenaan bea meterai Rp 10 ribu bukan diberlakukan pada setiap transaksi saham.
Melainkan untuk setiap dokumen pembelian atau setiap trade confirmation (TC) atas keseluruhan transaksi harian.
Baca Juga: Per Januari 2021, Tarif Bea Materai jadi Rp 10.000 Kecuali untuk Beberapa Dokumen Berikut
"Bea meterai ini bukan pajak tiap transaksi (saham), karena yang muncul hari ini seolah-olah setiap transaksi saham kena bea materai. Padahal, pajak atas dokumennya," ujar Sri Mulyani.
Selain itu, Sri Mulyani menambahkan, pengenaan bea materai untuk dokumen elektronik akan diberlakukan untuk transaksi yang nilainya di atas Rp 5 juta, sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 10 Tahun 2020.
Lebih lanjut, menurut Sri Mulyani, dirinya meyakini kebijakan bea meterai Rp 10 ribu ini tidak akan menggerus minat generasi muda untuk berinvestasi.
Baca Juga: 10 Dokumen Ini Bebas Bea Materai yang Naik jadi Rp 10.000 Tahun Depan
Sebab, kata dia, pemerintah akan tetap konsisten mendukung inklusi keuangan dan pendalaman pasar keuangan di dalam negeri.
"Jadi, kami tidak berkeinginan menghilangkan minat para investor yang akan terus melakukan investasi di berbagai surat berharga," tutur Sri Mulyani.
Sementara itu, rencana pengenaan bea meterai Rp 10 ribu untuk setiap dokumen elektronik atas transaksi surat berharga di bursa saham mendapat penolakan dari para investor.
Penolakan tersebut disampaikan lewat petisi melalui platformchange.org. Sejauh ini, ada dua petisi terkait penolakan bea meterai Rp 10 ribu tersebut.
Baca Juga: Tarif Rp 3.000 dan Rp 6.000 Dihapus, Bea Meterai Resmi Jadi Rp 10.000 pada 2021
Pertama, petisi yang dibuat oleh Farissi Frisky. Petisi itu diketahui sudah ditandatangani oleh 7.277 orang per Senin (20/12) pagi.
Petisi tersebut ditujukan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Presiden Joko Widodo (Jokowi), dan Bursa Efek Indonesia (BEI).
Kedua, petisi yang dibuat oleh Inan Sulaiman berjudul 'Evaluasi Bea Meterai Untuk Pasar Saham!'. Petisi ini diketahui telah ditandatangani oleh 4.737 orang.
"Sebagai investor ritel yang bermodal sedikit. Tentunya biaya meterai sangat memberatkan kami," tulis Inan dikutip dari petisi yang dibuatnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.