"Bea meterai ini bukan pajak tiap transaksi (saham), karena yang muncul hari ini seolah-olah setiap transaksi saham kena bea materai. Padahal, pajak atas dokumennya," ujar Sri Mulyani.
Selain itu, Sri Mulyani menambahkan, pengenaan bea materai untuk dokumen elektronik akan diberlakukan untuk transaksi yang nilainya di atas Rp 5 juta, sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 10 Tahun 2020.
Lebih lanjut, menurut Sri Mulyani, dirinya meyakini kebijakan bea meterai Rp 10 ribu ini tidak akan menggerus minat generasi muda untuk berinvestasi.
Baca Juga: 10 Dokumen Ini Bebas Bea Materai yang Naik jadi Rp 10.000 Tahun Depan
Sebab, kata dia, pemerintah akan tetap konsisten mendukung inklusi keuangan dan pendalaman pasar keuangan di dalam negeri.
"Jadi, kami tidak berkeinginan menghilangkan minat para investor yang akan terus melakukan investasi di berbagai surat berharga," tutur Sri Mulyani.
Sementara itu, rencana pengenaan bea meterai Rp 10 ribu untuk setiap dokumen elektronik atas transaksi surat berharga di bursa saham mendapat penolakan dari para investor.
Penolakan tersebut disampaikan lewat petisi melalui platformchange.org. Sejauh ini, ada dua petisi terkait penolakan bea meterai Rp 10 ribu tersebut.
Baca Juga: Tarif Rp 3.000 dan Rp 6.000 Dihapus, Bea Meterai Resmi Jadi Rp 10.000 pada 2021
Pertama, petisi yang dibuat oleh Farissi Frisky. Petisi itu diketahui sudah ditandatangani oleh 7.277 orang per Senin (20/12) pagi.
Petisi tersebut ditujukan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Presiden Joko Widodo (Jokowi), dan Bursa Efek Indonesia (BEI).
Kedua, petisi yang dibuat oleh Inan Sulaiman berjudul 'Evaluasi Bea Meterai Untuk Pasar Saham!'. Petisi ini diketahui telah ditandatangani oleh 4.737 orang.
"Sebagai investor ritel yang bermodal sedikit. Tentunya biaya meterai sangat memberatkan kami," tulis Inan dikutip dari petisi yang dibuatnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.