Kementerian Luar Negeri China menekankan Beijing menentang sanksi-sanksi terhadap Rusia yang dikatakan ilegal dan sepihak sebagai upaya menyelesaikan krisis di Ukraina.
"Kami menuntut pihak Amerika tidak mengganggu hak dan kepentingan sah China dan pihak-pihak lain dalam menyelesaikan masalah Ukraina," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Wang Wenbin dalam keterangan pers pada Seniin (28/02).
Sebaliknya, ia menyerukan kepada Rusia dan Ukraina untuk berunding dan tidak melakukan eskalasi.
China adalah salah satu kawan paling dekat Rusia dan menolak menyebut tindakan Rusia di Ukraina sebagai invasi.
Ketika mayoritas negara Barat bersatu padu mengecam Rusia, China tidak menyalahkan Moskow.
Dalam pembicaraan melalui sambungan telepon dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pada Jumat (25/02), Presiden China President Xi Jinping mengatakan negaranya mendukung upaya Rusia untuk menyelesaikan krisis Ukraina lewat jalan dialog, lapor televisi China, CCTV.
Respons awal China soal pengerahan militer Rusia ke Ukraina adalah mengkritik media Barat.
Ketika ditanya apakah yang terjadi di Ukraina saat ini adalah invasi, juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying, berkata "konteks sejarah rumit" dan situasi saat ini "disebabkan beragam faktor".
Pertanyaan apakah kondisi di Ukraina adalah 'invasi' disebut sebagai "tipikal metode bertanya media Barat". Kementerian Luar Negeri berkata "kami tidak akan terburu-buru pada sebuah kesimpulan".
Menteri Luar Negeri China, Wang Yi, mengatakan pihaknya memahami kekhawatiran keamanan Rusia.
China dan Rusia kini punya kemitraan strategis yang bertujuan melawan pengaruh AS. Kemitraan ini dibuat dalam pertemuan Putin dan Presiden Xi Jinping sebelum Olimpiade Musim Dingin di Beijing.
Di Ukraina, Kedutaan Besar China mengirim pesan kepada semua warga China yang bermukim di negara tersebut.
Kedutaan China menganjurkan warganya untuk mengibarkan bendera China pada mobil dan "saling membantu" serta menunjukkan "kekuatan China".
Sejumlah sanksi yang diterapkan negara-negara Barat termasuk langkah Uni Eropa melarang pesawat-pesawat Rusia di wilayah udara Uni Eropa, pelarangan "mesin media Kremlin", serta pelebaran sanksi ke Belarus.
AS, Inggris, Uni Eropa, dan Kanada juga telah memutus akses Rusia dari layanan pesan keuangan Swift.
Presiden Turki, Tayyip Erdogan mengatakan kepada Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy dalam percakapan telepon pada Sabtu (26/02) bahwa Ankara berusaha memediasi untuk mewujudkan gencatan senjata.
Zelensky telah meminta Turki menutup Selat Bosphorus dan Dardanelles sehingga kapal-kapal perang Rusia tidak bisa lewat. Pihak berwenang Turki sejauh ini belum mengambil keputusan itu.
Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, sempat mengkritik tindakan Pakta Pertahanan Atlantik Utara atas invasi Rusia ke Ukraina dengan mengatakan NATO semestinya mengambil tindakan lebih tegas.
Ketika berbicara di Istanbul, Erdogan mengatakan baik NATO maupun Uni Eropa telah gagal membantu Ukraina. Turki adalah salah satu anggota NATO.
"NATO seharusnya mengambil tindakan lebih tegas. Kami telah berbicara terang-terangan dengan (Sekjen NATO, Jenderal Jens) Stoltenberg. Dalam pembicaraan itu, kami menyampaikan sikap kami," kata Erdogan pada Jumat (25/02).
Ditambahkan Erdogan bahwa mengecam aksi Rusia saja tidak cukup.
Pemerintah Indonesia menyatakan bahwa serangan militer di Ukraina "tidak dapat diterima" dan juga "sangat membahayakan keselamatan rakyat" dan "mengancam perdamaian serta stabilitas kawasan dan dunia."
Pernyataan pemerintah Indonesia yang disiarkan Kementrian Luar Negeri RI pada Jumat (25/02), juga meminta agar serangan itu dapat segera dihentikan dan meminta semua pihak agar menghentikan permusuhan serta mengutamakan penyelesaian secara damai melalui diplomasi.
Indonesia pun mendesak Dewan Keamanan PBB untuk mengambil langkah nyata guna mencegah memburuknya situasi.
Pemerintah, melalui Kementerian Luar Negeri, telah mempersiapkan rencana evakuasi WNI. Keselamatan WNI selalu menjadi prioritas pemerintah.
Pada Kamis (24/2) Presiden Joko Widodo merilis cuitan: "Setop perang. Perang itu menyengsarakan umat manusia, dan membahayakan dunia."
Setop perang. Perang itu menyengsarakan umat manusia, dan membahayakan dunia.
— Joko Widodo (@jokowi) February 24, 2022
Sejauh ini, cuitan tersebut telah dicuitkan ulang sebanyak lebih dari 9.000 kali dan disukai lebih dari 48.000 kali.
Rangkaian kecaman dari sejumlah pemimpin dunia terus mengemuka seiring dengan keputusan Rusia menginvasi Ukraina.
Di Eropa, Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Josep Borrell, mengecam keputusan Presiden Vladimir Putin.
"ini adalah salah satu masa terkelam di Eropa sejak Perang Dunia Dua," kata Borrell.
Menurutnya, kenyataan bahwa sebuah negara besar dan bersenjata nuklir menyerang negara tetangga lalu mengancam negara lain yang mencoba menyelamatkan adalah "pelanggaran terbesar hukum internasional" dan "pelanggaran prinsip-prinsip dasar koeksistensi manusia."
Uni Eropa, lanjutnya, akan menerapkan sanksi-sanksi terberat yang pernah diterapkan.
Baca juga:
Di Inggris, Perdana Menteri Boris Johnson menyatakan bahwa dirinya "terkejut oleh kejadian-kejadian mengerikan di Ukraina".
Dia menilai Presiden Vladimir Putin "telah memilih jalan pertumpahan darah dan kehancuran dengan melancarkan serangan tanpa provokasi ini".
Inggris, tegas Boris Johnson, akan merespons dengan tegas.
Sementara itu, Presiden Prancis, Emmanuel Macron—yang menghabiskan berjam-jam dalam pertemuan dengan Putin dan juga berbincang dengannya beberapa kali melalui sambungan telepon, mengatakan Rusia harus menghentikan aksi militernya.
Adapun Menteri Ekonomi Jerman, Robert Habeck, menilai Eropa sedang menyaksikan perang darat "yang kami sangka hanya bisa ditemukan di buku-buku sejarah".
Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, menyatakan Putin "telah memilih perang yang direncanakan sebelumnya, yang akan membawa kehilangan nyawa dan penderitaan manusia dalam skala bencana."
Dunia, kata Biden, akan menganggap Rusia bertanggung jawab.
Biden menambahkan, dirinya akan menyampaikan pidato kepada rakyat Amerika mengenai beragam konsekuensi yang akan dihadapi Rusia.
Iran menyerukan agar ada solusi politik. Namun, menteri luar negeri Iran menyalahkan NATO yang membuat provokasi sehingga terjadi krisis di Ukraina.
Sumber : BBC
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.