> >

Pengurangan Armada dan Pengemudi BST Solo Berdampak ke Berbagai Pihak

Jawa tengah dan diy | 7 Januari 2025, 10:54 WIB
Bus Batik Solo Trans (BST) di Kota Solo, Jawa Tengah. (Sumber: KOMPAS.COM/Fristin Intan Sulistyowati)

SURAKARTA, KOMPAS.TV - Pengurangan jumlah armada dan pengemudi Batik Solo Trans (BST) sejak Rabu (1/1/2025) lalu, berdampak ke berbagai pihak.  

Adanya pengurangan jumlah armada dan pengemudi BST pada 2025 dikonfirmasi Kepala Bidang Angkutan Dinas Perhubungan (Dishub) Surakarta Yulianto Nugroho, Selasa (31/12/2024), melalui keterangan tertulis kepada Kompas TV

“Terkait dengan perubahan layanan Batik Solo Trans di tahun 2025, dari konsekuensi optimalisasi, memang ada beberapa awak kendaraan yang terkena dampaknya,” kata Yulianto. 

“Untuk itu dari hal tersebut, nantinya dapat mempersiapkan diri bisa beralih ke profesi/pekerjaan di luar dari pengemudi layanan BST,” lanjutnya. 

Ketika dikonfirmasi, Yulianto juga membenarkan adanya pengurangan ini berkaitan dengan anggaran operasional. 

“Iya, terkait dengan ketersediaan anggaran, makanya disesuaikan, dan pelayanan tetap diusahakan sama saat ini,” ujarnya. 

Dia mengungkapkan jumlah koridor BST masih sama yaitu 12. Layanan BST Koridor 1, 3, 4, 5, 6 menggunakan bus sedang. Adapun Koridor 2, 7, 8, 9, 10, 11, 12 menggunakan feeder

Terkait prosedur operasional standar atau standard operating procedure (SOP), Yulianto  mengatakan, pada 2025, BST akan melakukan penyesuaian waktu layanan sebagai berikut: 

  • Waktu pelayanan Batik Solo Trans Koridor 1, 5, 6: Pukul 05.00-21.00 WIB dengan headway (selang waktu) 10-15 menit. 
  • Waktu pelayanan Batik Solo Trans Koridor 2, 3, 4, 7, 8, 9, 10, 11, 12: Pukul 05.00-18.00 WIB dengan headway (selang waktu) 10-15 menit. 

Adapun untuk tarif, tetap berlaku tarif terintegrasi. 

Baca Juga: Program Makan Bergizi Gratis Belum Dimulai di Solo

Masyarakat Lebih Lama Menunggu 

Pengurangan jumlah armada dan pengemudi serta penyesuaian operasional BST, rupanya berdampak kepada masyarakat yang menjadi penggunanya.

Salah satunya, Amanda yang merupakan mahasiswa, mengaku dirugikan. 

“Sebenarnya agak merugikan, karena pertama, kalau misalkan saya kan ini lumayan banget ya untuk saya sebagai pelajar, karena jarak sejauh itu cuma bayar dua ribu,” katanya di Solo, Sabtu (4/1/2025). 

“Tapi yang biasanya itu jadinya bisa tepat waktu, jadi kan harus ngulur waktu, harus datang lebih dulu (awal),” lanjutnya. 

Amanda juga merasakan waktu menunggu kedatangan menjadi lebih lama dari sebelumnya.  

“Terakhir kemarin (sebelum pengurangan armada), kalau misalnya cepat, 10 menit (waktu tunggu) itu masih bisa, cuma kadang jadi enggak bisa dijagain, jadi kadang hampir 15 menit, 20 menit gitu (setelah penyesuaian),” katanya. 

“Jadi agak susah untuk menyesuaikan jamnya,” imbuh Amanda. 

Pengurangan jumlah armada dan pengemudi juga berdampak signifikan terhadap dua perusahaan yang memegang operasional BST di Solo, yakni PT Bengawan Solo Trans (BST) dan PT Transportasi Global Mandiri (TGM). 

Baca Juga: Kecelakaan Bus Tabrak Pikap di Jalan Raya Ngawi-Solo, 1 Pengemudi Pikap Tewas

PT BST: Pengurangan Pengemudi Dilakukan dengan Sistem Rapor 

Direktur PT Bengawan Solo Trans (BST) Mulyono mengatakan jumlah armada BST berkurang dari 72 bus pada 2024, menjadi 42 bus pada 2025. 

Pengurangan ini disesuaikan dengan kontrak baru dengan Kementerian Perhubungan. 

“Jadi kurang 30 bus, itu kontrak saya dengan kementerian,” kata Mulyono di Garasi BST, Jumat (3/1/2025).

“Jadi, sopir yang saya butuhkan juga berkurang,” tambahnya. 

Oleh karena itu, untuk menyesuaikan jumlah kendaraan yang beroperasi pada 2025, pengemudi yang semula berjumlah 249 pada 2024, dikurangi menjadi 122 orang.

“Yang kita pakai (perpanjang) 122,” ungkap Mulyono. 

Dia juga menuturkan, kontrak ini sudah menjadi sistem kerja yang disadari pengemudi. 

“Jadi, sopir sudah menyadari bahwa kita kerja di sini bukan seperti sopir di tempat lain, jadi berdasarkan kontrak,” terangnya. 

Adapun kontrak dengan kementerian berlaku selama satu tahun dan diperpanjang secara berkala. 

Oleh karena itu, operasional BST juga menyesuaikan dengan kontrak baru yang dijalankan. 

“Karena saya juga berkontrak ke kementerian, jadi kalau kontrak saya di sana dikurangi, otomatis sopir juga tidak perpanjang,” papar Mulyono. 

“Itu pun di sini termasuk dikurangi, tapi yang paling banyak unit yang dipertahankan,” tambahnya. 

Adapun pengurangan pengemudi ini berdasar pada rapor kinerja mereka.

“Saya memakai sopir yang sekarang dan yang tidak saya pakai (perpanjang kontrak) berdasarkan rapor mereka,” terang Mulyono. 

“Misalnya gini, kalau sopir di traffic light melanggar, tidak berhenti waktu lampu merah, itu masuk penilaian, terus di halte tidak berhenti, atau menjatuhkan penumpang, atau nabrak, itu mereka punya rapor sendiri, itu yang kita pakai (perpanjang kontrak) yang rapornya terbaik,” jelasnya kemudian. 

Mulyono menyatakan pihaknya sudah melakukan sosialisasi sejak 3 bulan sebelum akan diberlakukannya kebijakan pengurangan armada dan pengemudi. 

“Saya sudah (menginformasikan), waktu itu, 3 bulan sebelumnya ya, bahwa nanti kelihatannya dari kementerian akan ada pengurangan jumlah bus, saya sampaikan ke karyawan, siap-siap nanti kalau yang ada pengurangan, misalkan kalau mau cari pekerjaan di tempat lain dulu, boleh,” katanya. 

Baca Juga: Libur Tahun Baru, KRL Solo-Jogja Jadi Favorit Wisatawan

PT TGM: Pengurangan Armada Berdampak pada Layanan 

Pihak PT TGM mengaku tidak menginginkan adanya pengurangan jumlah armada dan pengemudi BST.

“Sebetulnya kami juga tidak menginginkan itu (pengurangan armada dan pengemudi),” ujar Koordinator Lapangan PT TGM Triyono Ahmadi, Senin (6/1/2025).  

“Karena dampaknya dengan penyesuaian ini, layanan kepada masyarakat otomatis juga berkurang,” imbuhnya.

Ia menjelaskan sejumlah dampak yang dirasakan sejak pengurangan armada. 

“Terbukti kemarin selama berjalan 5 hari ini kan banyak penumpang yang tertinggal, tidak bisa diangkut karena penuh. Penumpang nyegat (memberhentikan kendaraan), penuh, nggak bisa naik, datang lagi penuh, nggak bisa naik, otomatis juga kasihan masyarakat,” jelas Tri. 

Pada 2024, PT TGM mengoperasikan 96 unit bus. Namun pada 2025, jumlahnya hanya 64 unit. 

Menurut PLH Koordinator Manager PT TGM Tito Novanto, sejak awal peluncuran atau launching, sudah pernah terjadi pengurangan pada tahun 2024.

“Untuk 2025 ini kita mendapat pengurangan lagi, yang tadinya 96 menjadi 64 unit armada,” ungkapnya,” ujar Tito. 

“Dengan jumlah sopir itu awal 243 dengan unit 96, sekarang dengan mobil 64 unit, sopir itu hanya 90, menyisakan itu saja,” tambahnya. 

Tri menuturkan, sebelum terjadi pengurangan jumlah pengemudi, pihaknya sudah melakukan sosialisasi kepada karyawan.

“Semua pengemudi, semua karyawan kita panggil ke perusahaan, kita berikan, kita sampaikan sosialisasi di situ, saya berikan pemahaman, saya buka tanya jawab, mungkin ada pertanyaan, keluhan, silakan dibuka,” katanya.

Dia menambahkan, di PT TGM, kontrak pengemudi sekitar 3 bulan, meskipun jangka waktunya bervariasi, tergantung performa. 

“Kita itu kontrak pada pramudi itu 3 bulan,” ungkap Tri. 

“Karena nanti untuk evaluasi, terkait usia dan sebagainya, jadi per 3 bulan,” tambahnya. 

Namun, kontrak juga disesuaikan kembali berdasar performa kerja, termasuk faktor usia, ketaatan pada aturan lalu lintas ketika berkendara, juga pelayanan pada masyarakat. 

Adapun perpanjangan kontrak pengemudi di PT TGM tahun ini diutamakan untuk pelaku angkutan terlebih dahulu. 

“Yang diutamakan pelaku angkutan dulu,” kata Tri. 

“Pelaku angkutan itu kan dibagi 2 lagi, ada pemilik angkutan, ada sopir, itu diutamakan dulu itu,” imbuhnya.

“Kalau istilahnya pelaku angkutan ini sudah ter-cover semua, baru dari yang lain.” 

Namun, ternyata tahun ini belum bisa meng-cover semua.

“Ternyata ini dari pelaku angkutan sendiri belum bisa meng-cover semua, inilah masalahnya, ini ada pelaku angkutan sekitar 25 orang belum bisa ter-cover, terpaksa karena pengurangan dan kuota yang sangat terbatas,” jelas Tri. 

Pengurangan armada dan pengemudi ini juga berdampak pada penyesuaian jam kerja bagi para pengemudi. 

“Dulu kan sampai jam 9 malam, itu 2 sif. Sekarang dibuat 1 sif sampai jam 6 sore,” tutur Tri. 

Selain pengemudi dan jam operasional, PT TGM juga melakukan pengurangan jumlah karyawan tahun ini untuk menyesuaikan dengan anggaran. 

“Jumlah karyawan yang tadinya ada sekitar 40, saat ini menjadi tinggal 18 orang saja,” terang Tito. 

Menurut penuturan Tri dan Tito, jumlah tersebut sebenarnya tidak ideal karena karyawan dengan jumlah yang sekarang, kewalahan untuk menjalankan operasional.

 

Penulis : Tri Angga Kriswaningsih Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU