Pengurangan Armada dan Pengemudi BST Solo Berdampak ke Berbagai Pihak
Jawa tengah dan diy | 7 Januari 2025, 10:54 WIBAdapun pengurangan pengemudi ini berdasar pada rapor kinerja mereka.
“Saya memakai sopir yang sekarang dan yang tidak saya pakai (perpanjang kontrak) berdasarkan rapor mereka,” terang Mulyono.
“Misalnya gini, kalau sopir di traffic light melanggar, tidak berhenti waktu lampu merah, itu masuk penilaian, terus di halte tidak berhenti, atau menjatuhkan penumpang, atau nabrak, itu mereka punya rapor sendiri, itu yang kita pakai (perpanjang kontrak) yang rapornya terbaik,” jelasnya kemudian.
Mulyono menyatakan pihaknya sudah melakukan sosialisasi sejak 3 bulan sebelum akan diberlakukannya kebijakan pengurangan armada dan pengemudi.
“Saya sudah (menginformasikan), waktu itu, 3 bulan sebelumnya ya, bahwa nanti kelihatannya dari kementerian akan ada pengurangan jumlah bus, saya sampaikan ke karyawan, siap-siap nanti kalau yang ada pengurangan, misalkan kalau mau cari pekerjaan di tempat lain dulu, boleh,” katanya.
Baca Juga: Libur Tahun Baru, KRL Solo-Jogja Jadi Favorit Wisatawan
PT TGM: Pengurangan Armada Berdampak pada Layanan
Pihak PT TGM mengaku tidak menginginkan adanya pengurangan jumlah armada dan pengemudi BST.
“Sebetulnya kami juga tidak menginginkan itu (pengurangan armada dan pengemudi),” ujar Koordinator Lapangan PT TGM Triyono Ahmadi, Senin (6/1/2025).
“Karena dampaknya dengan penyesuaian ini, layanan kepada masyarakat otomatis juga berkurang,” imbuhnya.
Ia menjelaskan sejumlah dampak yang dirasakan sejak pengurangan armada.
“Terbukti kemarin selama berjalan 5 hari ini kan banyak penumpang yang tertinggal, tidak bisa diangkut karena penuh. Penumpang nyegat (memberhentikan kendaraan), penuh, nggak bisa naik, datang lagi penuh, nggak bisa naik, otomatis juga kasihan masyarakat,” jelas Tri.
Pada 2024, PT TGM mengoperasikan 96 unit bus. Namun pada 2025, jumlahnya hanya 64 unit.
Menurut PLH Koordinator Manager PT TGM Tito Novanto, sejak awal peluncuran atau launching, sudah pernah terjadi pengurangan pada tahun 2024.
“Untuk 2025 ini kita mendapat pengurangan lagi, yang tadinya 96 menjadi 64 unit armada,” ungkapnya,” ujar Tito.
“Dengan jumlah sopir itu awal 243 dengan unit 96, sekarang dengan mobil 64 unit, sopir itu hanya 90, menyisakan itu saja,” tambahnya.
Tri menuturkan, sebelum terjadi pengurangan jumlah pengemudi, pihaknya sudah melakukan sosialisasi kepada karyawan.
“Semua pengemudi, semua karyawan kita panggil ke perusahaan, kita berikan, kita sampaikan sosialisasi di situ, saya berikan pemahaman, saya buka tanya jawab, mungkin ada pertanyaan, keluhan, silakan dibuka,” katanya.
Dia menambahkan, di PT TGM, kontrak pengemudi sekitar 3 bulan, meskipun jangka waktunya bervariasi, tergantung performa.
“Kita itu kontrak pada pramudi itu 3 bulan,” ungkap Tri.
“Karena nanti untuk evaluasi, terkait usia dan sebagainya, jadi per 3 bulan,” tambahnya.
Namun, kontrak juga disesuaikan kembali berdasar performa kerja, termasuk faktor usia, ketaatan pada aturan lalu lintas ketika berkendara, juga pelayanan pada masyarakat.
Adapun perpanjangan kontrak pengemudi di PT TGM tahun ini diutamakan untuk pelaku angkutan terlebih dahulu.
“Yang diutamakan pelaku angkutan dulu,” kata Tri.
“Pelaku angkutan itu kan dibagi 2 lagi, ada pemilik angkutan, ada sopir, itu diutamakan dulu itu,” imbuhnya.
“Kalau istilahnya pelaku angkutan ini sudah ter-cover semua, baru dari yang lain.”
Namun, ternyata tahun ini belum bisa meng-cover semua.
“Ternyata ini dari pelaku angkutan sendiri belum bisa meng-cover semua, inilah masalahnya, ini ada pelaku angkutan sekitar 25 orang belum bisa ter-cover, terpaksa karena pengurangan dan kuota yang sangat terbatas,” jelas Tri.
Pengurangan armada dan pengemudi ini juga berdampak pada penyesuaian jam kerja bagi para pengemudi.
“Dulu kan sampai jam 9 malam, itu 2 sif. Sekarang dibuat 1 sif sampai jam 6 sore,” tutur Tri.
Selain pengemudi dan jam operasional, PT TGM juga melakukan pengurangan jumlah karyawan tahun ini untuk menyesuaikan dengan anggaran.
“Jumlah karyawan yang tadinya ada sekitar 40, saat ini menjadi tinggal 18 orang saja,” terang Tito.
Menurut penuturan Tri dan Tito, jumlah tersebut sebenarnya tidak ideal karena karyawan dengan jumlah yang sekarang, kewalahan untuk menjalankan operasional.
Penulis : Tri Angga Kriswaningsih Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV