Modus Tersangka Kasus BBM Palsu di 4 SPBU, Campur Pertalite dengan Pewarna, Dijual Seharga Pertamax
Jabodetabek | 28 Maret 2024, 17:15 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri Brigjen Nunung Syaifudin mengungkap modus yang digunakan para tersangka kasus dugaan pemalsuan bahan bakar minyak (BBM) yang terjadi di empat SPBU di wilayah Jakarta, Tangerang, dan Depok.
Nunung mengatakan lima tersangka dari empat SPBU tersebut menggunakan modus yang hampir sama.
“Modus operandi para pelaku ini hampir sama, yaitu mencampurkan bahan berupa minyak subsidi Pertalite, kemudian diberi pewarna hijau dengan yang mirip dengan Pertamax,” ungkapnya dalam konferensi pers, Kamis (28/3/2024).
Baca Juga: 4 SPBU di Jakarta hingga Depok Jual Pertamax Palsu, Ada yang Sejak 2022, Untung Rp2 Miliar
Kasubdit III Dittipidter Bareskrim Polri Kombes Pol Feby DP Hutagalung mengatakan pencampuran Pertalite dengan zat pewarna cukup mudah. Selain itu, tidak dibutuhkan banyak pewarna untuk membuat Pertalite berubah menjadi Pertamax palsu.
"Kurang lebih komposisinya per 1.000 liter itu 1 sendok pewarna," jelas Feby.
Setelah mencampurkan Pertalite dengan pewarna, para tersangka kemudian menjualnya dengan harga Pertamax.
Diketahui, harga Pertalite saat ini adalah Rp10.000, sedangkan harga Pertamax adalah Rp12.950. Dengan demikian, para tersangka mendapatkan keuntungan kotor sebesar Rp2.950 per liter.
Polisi telah menyita 29.046 liter Pertamax palsu di empat tangki pendam SPBU tersebut, dengan rincian sebagai berikut:
- SPBU Karang Tengah: 9.004 liter
- SPBU Pinang: 3.700 liter
- SPBU Kebon Jeruk: 6.814 liter
- SPBU Cimanggis: 9.528 liter
Polisi juga mengamankan empat sampel BBM jenis Pertalite yang sudah dicampur zat pewarna agar menyerupai Pertamax dan sejumlah pewarna.
“Dokumen pemesanan dan penjualan BBM, alat komunikasi, uang hasil penjualan BBM total Rp11.552.000,” kata Nunung.
Baca Juga: Polisi Tetapkan 3 Tersangka Kasus Bensin Campur Air di SPBU Bekasi, Begini Modusnya
Adapun tersangka dalam kasus ini adalah RHS (49) selaku pengelola SPBU, AP (37) dan DM (41) selaku manajer SPBU. Kemudian, pengawas SPBU berinisial RY (24) dan AH (26).
Mereka memulai kejahatannya dalam waktu yang berbeda-beda. RHS memulai sejak Juni 2022, sedangkan DN sejak Januari 2023.
Penulis : Fiqih Rahmawati Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV