Ketua DPD RI: Indonesia Punya Daerah Penghasil Garam, tapi Masih Saja Impor
Jawa timur | 27 Januari 2024, 23:05 WIBPAMEKASAN, KOMPAS.TV - Masuknya garam impor dinilai bisa dihentikan jika seluruh pihak yang berkepentingan bekerja sama untuk meningkatka produksi garam dalam negeri.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai impor garam Indonesia mencapai 135,3 juta dolar Amerika Serikat atau setara dengan 2,8 juta ton garam.
Hal itulah yang menjadi perhatian serius Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti.
Saat berkunjung ke Pamekasan, Madura, Jawa Timur, LaNyalla menilai impor garam menjadi persoalan pelik yang harus segera dicarikan jalan keluarnya.
Pasalnya, Indonesia punya daerah-daerah penghasil garam, termasuk Pamekasan sebagai bagian dari Pulau Madura yang memang memiliki keunggulan komparatif sebagai pulau penghasil garam.
Baca Juga: Kekeringan, Petani Tambak Alihfungsi Lahan Ke Produksi Garam
Menurut LaNyalla, pekerjaan besar Indonesia menghentikan impor garam menjadi penting sebagai bagian dari upaya menindaklanjuti Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 126 Tahun 2022 tentang Percepatan Pembangunan Pergaraman Nasional.
Salah satu upaya untuk menghentikan impor yakni menaikkan Kadar Natrium Clorida (NaCL) garam rakyat atau garam krosok, sehingga dapat memenuhi standar kebutuhan garam konsumsi dan garam industri.
Berdasarkan data Universitas Brawijaya Malang pada Agustus 2023, garam di pulau Madura menguasai sekitar 30 persen lahan tambak nasional.
Produksi garam Madura ikut menyumbang sekitar 35 persen atau 600 ribu ton dari total produksi garam nasional.
Diakui LaNyalla, garam rakyat atau garam krosok memang memiliki kadar NaCL yang masih di bawah standar kebutuhan garam konsumsi dan garam industri, yakni 98 hingga 99 persen.
Baca Juga: Ketua DPD LaNyalla Mattalitti Sebut Indonesia Negara Ketuhanan tapi Cenderung Sekuler, Ini Alasannya
Untuk itu, LaNyalla menilai pendekatan dalam meningkatkan kadar NaCL garam krosok tentu harus dilakukan pemerintah melalui pendekatan teknologi, dengan melibatkan secara aktif Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Di sisi lain, LaNyalla menyebut setidaknya ada beberapa skema yang bisa dilakukan oleh pemerintah.
Pertama, melalui pendirian pabrik garam industri dengan teknologi washing plant. Pabrik tersebut harus terintegrasi dan berdiri di sentra atau lahan garam rakyat, sehingga semua garam krosok produksi petambak garam bisa langsung diolah.
"Di sini peran BRIN harus masuk melalui teknologi washing plant yang mampu meningkatkan kadar NaCL garam krosok menjadi garam konsumsi dan garam industri," ujar LaNyalla.
Setiap unit pabrik garam industri terintegrasi dalam perhitungan membutuhkan investasi sekitar Rp40 miliar, dengan kapasitas produksi mencapai 40 ribu ton per tahun.
Baca Juga: Bagaimana Dampat Garam Impor Terhadap Industri Lokal?
Artinya, dengan membangun sekitar 15 unit pabrik di sentra produksi garam, maka akan dihasilkan sekitar 600 ribu ton garam rakyat yang sudah naik kelas menjadi garam konsumsi dan industri.
Angka tersebut tentu saja mampu mengurangi kebutuhan impor untuk industri aneka pangan.
"Di sini seharusnya pemerintah hadir secara aktif. Mulai dari pemerintah pusat, provinsi, daerah, hingga desa. Semua bersinergi untuk memaksimalkan keunggulan Komparatif menjadi keunggulan kompetitif," ujarnya.
Penulis : Johannes Mangihot Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas TV