> >

Bentara Budaya Yogyakarta Gelar Pameran "Pertemuan", Dibuka hingga 21 September 2023

Jawa tengah dan diy | 20 September 2023, 03:50 WIB
Bentara Budaya Yogyakarta menggelar pameran dengan judul “Pertemuan” yang merupakan bentuk apresiasi perjalanan Bentara Budaya selama kurang lebih 40 tahun, pada 15-21 September 2023. (Sumber: Istimewa)

Pada 1983, berbagai kegiatan seperti pameran Ukir Patung Asmat dan Papua, pameran lukisan Sokaraja, diskusi, dan pertunjukan tari Ben Suharto, pertunjukan ludruk garingan Cak Markeso, dan pertunjukan puisi oleh Hamid Jabbar diadakan di Bentara Budaya.

Tahun 1984, digelar pameran kuningan dari Tumang, Boyolali, pameran keramik Dinoyo Malang, dan pameran lukisan dari Taman Sari Yogyakarta.

Pameran-pameran di Bentara Budaya ini menciptakan peluang bagi banyak seniman dan kelompok seni untuk mendapatkan pengakuan dan menjadi sumber penghasilan ekonomi lokal bagi komunitas seni. 

Hal ini tecermin dalam perkembangan kerajinan rotan di Trangsan, Sukoharjo; kerajinan payung di Juwiring, Klaten; kerajinan kain di Troso, Jepara; dan kerajinan lurik di Cawas, Klaten.

Setelah sepuluh tahun berada di kantor lama dekat TB Gramedia, Bentara Budaya Yogyakarta bergabung dengan kompleks Harian Kompas di Jalan Suroto No. 2 Kota Baru. 

Selama periode ini, selain memberi tempat untuk seni tradisional, Bentara Budaya juga membuka peluang bagi seniman muda berbakat. Mereka juga mulai menampilkan karya-karya lawasan, yang akhirnya menghasilkan katalog berbentuk buku yang sangat diminati oleh masyarakat.

Bentara Budaya Yogyakarta juga menjadi wadah untuk menyampaikan kritik sosial melalui seni, menggambarkan perubahan dan situasi di masyarakat melalui karya seni. 

Salah satu contohnya adalah pameran "Berburu Celeng" karya Djoko Pekik pada 1998, yang menjadi catatan penting dalam dunia seni rupa karena mampu menyuarakan peristiwa dan kondisi di Indonesia.

Pada 2003, lima tahun setelah era reformasi dimulai, kondisi sosial di Indonesia masih mengalami ketidakstabilan dengan banyak peristiwa dan konflik yang terjadi, menjauhkan harapan akan kehidupan yang lebih baik.

Pada tahun itu pula Bentara Budaya Yogyakarta mengadakan pameran tentang “Partai Republik Tulang Belulang dengan Presiden Sumanto, manusia kanibal dari Purbalingga.”

Sekali lagi, pameran ini merupakan pesan kepada negeri ini bahwa situasi saat ini tidak berada dalam keadaan yang baik.

Bentara Budaya Yogyakarta menggunakan seni sebagai sarana untuk mengungkapkan perasaan dan pandangan masyarakat, serta tidak secara langsung menjadi tempat pertemuan bagi berbagai kepentingan.

Bentara Budaya Yogyakarta berperan penting dalam menjadi wadah pertemuan antara berbagai elemen, bahkan pertemuan yang mungkin tersembunyi dalam hati masyarakat dengan seni yang mencerminkannya.

Hasil dari pertemuan berbagai unsur ini dapat membentuk kebiasaan dan karakteristik tertentu dalam masyarakat. Dengan demikian, Bentara Budaya Yogyakarta menjadi titik pertemuan para seniman dan berperan dalam membentuk ekosistem seni di Yogyakarta.

Salah satu faktor yang menjadikan Bentara Budaya sebagai referensi adalah liputannya di Kompas, yang sering kali memberikan berita tentang kegiatan di Bentara.

Hal ini sangat bermanfaat bagi seniman yang mengadakan pameran karena mendapatkan eksposur yang lebih luas.

Ada banyak kisah dalam sejarah perjalanan Bentara Budaya Yogyakarta yang patut diapresiasi dan diingat.

Pengalaman adalah guru yang berharga, dan Bentara Budaya memiliki banyak pengalaman yang dapat memberikan wawasan bagi kehidupan modern saat ini.

Dengan demikian, Bentara Budaya Yogyakarta mengundang #SahabatBentara untuk datang dan menikmati pameran "Mikul Duwur Mendem Jero - 2 #Pertemuan." 

Baca Juga: Bentara Budaya Yogyakarta Pamerkan Karya Seni Tinggi dari Produk Keramik Gagal

Penulis : Rizky L Pratama Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU