Layakkah Manusia Congkak terhadap Alam?
Budaya | 28 September 2022, 19:00 WIBSesajen dianggap “sesat” karena ketidakmauan dan ketidakmampuan memahami orang lain sehingga menunjukkan bahwa anggapan ini mencerminkan monopoli atas sifat-sifat ketuhanan.
Jelas akan ada pro-kontra terhadap hal ini. Namun, pro-kontra ini membuktikan pemahaman dan pemaknaan manusia berbeda-beda. Simbol budaya dan kepercayaan kelompok masyarakat tertentu, belum tentu dipahami kelompok masyarakat lain.
“Satu sisi, sesajen dianggap sebagai hal sakral, tetapi di sisi lain dianggap tidak benar dan negatif. Dan ketika emosi keagamaan seseorang tersentuh, bisa jadi itulah yang memicu orang menendang sesajen seperti kasus di Semeru itu,” kata Dhanny Septimawan Sutopo, dikutip dari Kompas.id.
Fenomena penendangan sesajen menjadi pengingat bagi kita bahwa perbedaan itu nyata dan bisa memantik masalah keberlanjutan bila tidak ditangani dengan tepat. Terlebih, sesajen atau bentuk dari kepercayaan merupakan ajaran nenek-moyang.
Ajaran tersebut telah diamalkan dan dipelihara secara turun-temurun meskipun masyarakat telah mengalami modernisasi. Ajaran atau ritual kepercayaan yang turun-temurun itu merupakan tindakan religiositas.
Mengapa Bisa Demikian?
Sebagai tindakan religiositas, ritual kepercayaan tertentu merupakan usaha manusia dalam berinteraksi dengan Tuhan, dewa-dewi, atau alam semesta. Tindakan ini didorong oleh adanya spiritualisme.
Baca Juga: PBB: Ada Kemungkinan Terjadi Kejahatan Kemanusiaan Terhadap Muslim Uyghur di Xinjiang
Itu sebabnya, terlepas dunia fiksi atau kenyataan, tindakan Rachel dan Hadfana Firdaus mencerminkan sikap tinggi hati dan menolak tunduk takzim di hadapan semesta.
Dengarkan kisah-kisah true crime dan menyeramkan lainnya hanya melalui siniar Tinggal Nama di Spotify. Di sana juga ada beragam kisah horor hingga biografi yang membuat kamu bergidik ngeri!
Ikuti juga siniarnya agar kalian tak tertinggal tiap ada episode terbarunya. Akses sekarang juga episode “Mitos Akibat Merusak Sesajen [Ep. 3]”.
Penulis: Zen Wisa Sartre dan Ikko Anata
Penulis : Ristiana D Putri Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas TV