> >

Tergerus Penimbunan Lahan, Hutan Mangrove di Batam Kian Mengkhawatirkan

Peristiwa | 18 Februari 2022, 03:35 WIB
Kondisi hutan mangrove di Kawasan alur Sungai Sei Nayon, Bengkong Sadai, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau, kini kian mengkhawatirkan. (Sumber: Riki Ramahdoni/KompasTV)

BATAM, KOMPAS.TV - Kondisi hutan mangrove di Kawasan alur Sungai Sei Nayon, Bengkong Sadai, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau, kini kian mengkhawatirkan. Sebagian besar hutan tersebut rusak akibat tergerus penimbunan lahan yang dilakukan oleh pihak perusahaan.

Pantauan lokasi, Selasa (15/2/2022) sore, terlihat perusakan hutan mangrove dengan dilakukan penimbunan yang diperkirakan mencapai 5 hingga 10 hektare. Bahkan hanya 10 persen hutan mangrove yang tersisa. Kemungkinan penimbunan lahan masih terus dilakukan, mengingat masih ada beberapa alat berat di lokasi tersebut.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Unit II Kota Batam, Lamhot Sinaga, saat dikonfirmasi tidak secara jelas menyebut pihak yang berwenang dalam penimbunan di lokasi tersebut.

"Kalau lahan itu masuk dalam kawasan hutan mangrove berarti kewenangan Kemen LHK. Namun kalau di luar kawasan hutan mangrove itu kewenangan BP Batam dan Pemkot Batam. Jadi beda lantaran ada dua kewenangan," tegas Lamhot.

Dia menjelaskan, perizinan lahan sepenuhnya ranahnya pihak BP Batam. Sementara yang mengeluarkan PL penimbunan atau pemotongan izin cut & fill serta izin lingkungannya, merupakan kewenangan Dinas Lingkungan Hidup Kota Batam.

Lebih lanjut, Lamhot menjelaskan, kalau sudah ada perizinan dari pihak terkait untuk lahan, barulah masuk ke mekanisme pembayaran tegakan tumbuh alami (mangrove) ke BPHP Pekanbaru.

"Kalau tidak memiliki izin di BPHP Pekanbaru, juga tidak bisa melakukan pembayaran PNBP-nya, jelas cacat hukum, tidak ada izin," jelasnya.

Baca Juga: Jokowi Akan Tanam 12 Juta Bibit Mangrove di Presidensi G20, Lahan Hanya Mampu untuk 10 Juta

Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Promosi dan Protokol Badan Pengusaha Batam (BP Batam) Ariastuty Sirait, saat dikonfirmasi menegaskan, penimbunan lahan di kawasan alur Sungai Sei Nayon, Bengkong Sadai, bukan merupakan kawasan hutan mangrove.

"Berdasarkan SK Kehutanan 272 tahun 2018, serta Perda RTRW, lahan tersebut bukan merupakan hutan mangrove," tutup Ariastuty.

Sementara itu, Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Sumatera Subhan, belum bisa berkomentar banyak. Berdasarkan info tersebut, Subhan akan mendalaminya terlebih dahulu.

"Nanti saya minta kasie saya untuk mendalaminya," ungkap Subhan.

Adanya penimbunan hutan bakau mangrove yang dialokasi menjadi lahan, Kepala Perwakilan Ombudsman Kepri Lagat Parroha Patar Siadari berkomentar, berdasarkan informasi, lahan penimbuhan hutan mangrove itu sudah mempunyai PL, dan bukan berstatus hutan mangrove.

"Jadi adanya hutan bakau di lahan itu mungkin sepeninggal lama, dan statusnya sudah dialihfungsikan menjadi HPL, dan itu kabarnya sudah lama," tutur Lagat.

Namun memang, terkait pembangunan dan penimbunan di atas tanah hutan mangrove itu perlu dipertanyakan kepada BP Batam, yakni soal rancangan drainase induk.

"Saya mengkhawatirkan saja beberapa tahun ke depan, jangan sampai seperti Jakarta Utara, ketika amblas permukaan tanahnya dan terjadi rob, maka banjirnya tidak surut-surut. Itu harus dipikirkan oleh BP Batam. Jangan sampai menjadi masalah untuk ke depannya," khawatirnya.

Baca Juga: Jokowi Tinjau Hutan Mangrove di Bali: Kita Serius Hadapi Perubahan Iklim

Hal itu juga di tanggapi oleh pegiat penyehatan hutan rimba dan hutan mangrove, Feri Iryandi. Dia berpendapat penebangan ekosistem hutan mangrove secara masif, yang berada di kawasan pesisir Bengkong, merupakan bom waktu yang lambat laun akan berdampak pada fungsi ekologi dan ekonomi di kawasan tersebut.

Menurutnya, sangat terbayang begitu besar dampak dan kerugian masyarakat di Kawasan Bengkong, apabila kegiatan penebangan habitat ekosistem hutan mangrove terus berjalan.

Sejatinya satu dari sekian fungsi, hutan mangrove adalah sebagai penahan abrasi, dan sebagai benteng pertama ketika air laut mencapai titik tertinggi di setiap tahunnya.

"Internasional lagi gencar-gencarnya mengampanyekan climate change atau perubahan iklim, yang salah satunya adalah restorasi hutan mangrove, terutama di Indonesia," ujar Feri mengingatkan. (Riki Ramahdoni)

Penulis : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Kompas TV


TERBARU