> >

Gubernur Banten Polisikan Buruh yang Geruduk Kantornya, SPN: Tindakan Kriminalisasi Terhadap buruh

Hukum | 28 Desember 2021, 09:26 WIB
Buruh saat menduduki ruang kerja Gubernur Banten Wahidin Halim karena kecewa tidak kunjung menemui buruh untuk duduk bersama, berdiskusi soal revisi SK UMK 2022. (Sumber: Tangkapan layar video)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Ketua DPD Serikat Pekerja Nasional (SPN) Provinsi Banten Intan Indria Dewi angkat bicara terkait sikap Gubernur Banten Wahidin Halim yang melaporkan buruh ke polisi usai menduduki ruang kerjanya.

Alhasil, sebanyak enam buruh ditetapkan sebagai tersangka dan diamankan pihak kepolisian. Keenam buruh yang ditangkap itu masing-masing berinisial AP, warga asal Tigaraksa; SH (33) pria asal Citangkil, Cilegon.

Kemudian, SR (22) perempuan warga Cikupa, Tangerang; SWP (20) perempuan warga Kresek, Tangerang; OS (28) pria asal Cisoka, Tangerang; dan terakhir MHF pria asal Cikedal Pandeglang.

Menurut Intan, penetapan tersangka tersebut merupakan bentuk kriminalisasi terhadap buruh.

"Ya lagi-lagi, kalau kami melihatnya bahwa ini adalah sebuah tindakan kriminalisasi terhadap buruh. Padahal jelas hak demokrasi nyata ada dan diatur," ujar Intan seperti dikutip dari Kompas.com, Senin (27/12/2021).

Selain itu, Intan menilai peristiwa ini nantinya akan menjadi catatan sejarah Wahidin lantaran bertindak arogan dan anarkis kepada rakyat.

Menurutnya, apa yang dilakukan buruh pada 22 Desember 2021 merupakan bentuk penggunaan hak demokrasi atas permintaan revisi upah minimum kota/kabupaten (UMK) Provinsi Banten.

Baca Juga: Gubernur Banten Polisikan Buruh yang Duduki Ruang Kerjanya, IPW Minta Pendekatan Restorative Justice

"Ini akan menjadi sebuah catatan sejarah bagaimana kepemimpinannya Wahidin Halim, bahwa beliau melakukan sebuah tindakan arogansi dan anarkisme pada saat rakyat melakukan pun menggunakan hak demokrasinya," urai Intan.

Lebih lanjut Intan menyatakan bahwa penggerudukan kantor Gubernur Banten bukan tanpa alasan.

Pertama, lantaran pernyataan Wahidin yang mengatakan bahwa para pengusaha dapat mencari buruh lain jika buruh tidak mau menerima upah sebesar Rp 2,5 juta.

"Yang mana pada saat kita melakukan aksi mogok kerja dari tanggal 6-10 Desember 2021, Gubernur (Wahidin) menyatakan bahwa 'ya sudah biarkan saja mereka demo, saya minta pengusa kalau yang buruhnya tidak mau menerima upah Rp 2,5 juta, ganti saja dengan tenaga kerja yang baru'," papar Intan.

Dia menegaskan, pernyataan itu tidak pantas diucapkan Wahidin selaku Gubernur Banten.

Kedua, tidak ada komunikasi yang lancar antara Wahidin dan buruh yang juga bagian dari rakyat.

Intan menyebut bahwa komunikasi antara buruh dan Wahidin tersumbat.

Selama masa kepemimpinannya, Wahidin disebut tidak pernah menemui buruh saat mereka menyampaikan aspirasinya.

Dua hal tersebut setidaknya yang menjadi alasan buruh menggeruduk kantor Wahidin.

Kini sebanyak 6 buruh telah ditangkap Polda Banten pada 25 dan 26 Desember 2021.

Mereka disangkakan Pasal 160 KUHP tentang penghasutan, Pasal 170 KUHP tentang pengrusakan terhadap barang secara bersama-sama dan Pasal 207 KUHP tentang dengan sengaja di muka umum menghina suatu kekuasaan yang ada di Indonesia.

Baca Juga: Ujung Penggerudukan Kantor Gubernur Banten, Polda Tetapkan 6 Buruh Jadi Tersangka

Penulis : Nurul Fitriana Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Kompas TV/Kompas.com


TERBARU