> >

Mengulas Seluk-beluk Ciu, Miras Tradisional yang Eksis sejak Zaman Kerajaan

Sosial | 9 September 2021, 16:31 WIB
Ilustrasi proses pembuatan ciu, minuman keras tradisional yang populer di Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. (Sumber: Getty Images/Ulet Ifansasti)

SOLO, KOMPAS.TV - Ciu merupakan salah satu ragam minuman keras (miras) tradisional di Indonesia yang punya sejarah panjang.

Istilah ciu sendiri umumnya digunakan untuk menyebut arak atau minuman fermentasi berakohol di beberapa daerah di Jawa Tengah.

Menurut catatan sejarah, ciu sudah eksis di kalangan masyarakat sejak zaman kerajaan atau mulai dari abad ke-8 sampai abad ke-13.

Kemudian, pada masa kolonial Belanda, ciu pun menjadi salah satu penanda kelas sosial masyarakat saat itu.

Jika para pejabat atau orang-orang Belanda sering menyajikan miras khas Eropa untuk berpesta, maka rakyat kelas bawah lebih akrab dengan arak, tuak, atau ciu.

Baca Juga: Tanggapi Limbah Ciu di Bengawan Solo, Gibran Rencanakan Koordinasi dengan Kepala Daerah Sekitar

Lebih lanjut, ternyata ada sejumlah pendapat yang berbeda mengenai ciu, terutama mengenai bahan baku pembuatannya.

Dalam The Counseling Way: Catatan Tentang Konsepsi dan Keterampilan Konseling (2018), Henri Saputro menyebut ciu sebagai minuman beralkohol dari fermentasi ketela pohon cair hasil buangan proses pembuatan tape.

Ciu dari fermentasi ketela pohon cair inilah yang kemudian sering dikenal sebagai minuman khas Banyumas dan sekitarnya.

Ada pendapat lain yang menyatakan bahwa ciu merupakan minuman fermentasi dari hasil penyulingan tetes tebu atau limbah cair yang terbuang dalam proses pembuatan gula.

Ciu yang berbahan dasar tetes tebu ini banyak dijumpai di Desa Bekonang, Sukoharjo, dekat Solo, dan kerap disebut dengan nama Ciu Bekonang, Ciu Cangkol, atau arak khas Solo.

Baca Juga: Bengawan Solo Tercemar Limbah Ciu, PDAM Hentikan Operasional

Meski ciu lebih dikenal sebagai miras, beberapa peraciknya yang berasal dari beberapa desa di Banyumas maupun Sukoharjo tidak sependapat.

Dengan dalih minuman tersebut diproduksi secara rumahan oleh penduduk setempat, para peracik ciu merasa risih ketika hasil usahanya disebut sebagi miras yang erat akan makna negatif.

Pada 2016, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Sukoharjo Sutarmo pun sempat mengatakan hal yang serupa dengan itu.

"Ciu itu kan sebetulnya bukan minuman, itu bahan mentah yang belum jadi alkohol (etanol)," jelas Sutarmo kepada media kala itu.

Bahkan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sukoharjo sempat berkeinginan hendak melestarikan keterampilan warga setempat dalam mengolah alkohol.

Namun, Sutarmo menuturkan, bukan berarti hasil pengolahan alkohol itu hanya berjenis minuman saja.

 

Penulis : Aryo Sumbogo Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV


TERBARU