BMKG Catat Ada 340 Aktivitas Gempa di WIlayah NTB
Berita daerah | 2 Juni 2021, 08:22 WIBMATARAM, KOMPAS.TV – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat, di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB) terjadi 340 kejadian gempa bumi sepanjang Mei 2021. Gempa tersebut tidak berdampak signifikan.
Kepala BMKG Stasiun Geofisika Mataram Ardhianto Septiadhi di Mataram, Selasa (1/6/2021), mengatakan, gempa yang terjadi sepanjang Mei 2021 di wilayah NTB dan sekitarnya didominasi kejadian dengan magnitudo kurang dari 3 dan kedalaman dangkal kurang dari 60 kilometer.
”Dari seluruh kejadian, terdapat satu gempa bumi yang dirasakan sekitar wilayah NTB. Gempa itu terjadi pada 2 Mei dengan intensitas II modified mercalli intensity atau MMI,” kata Ardhi, dilansir dari Kompas.id.
BMKG Stasiun Geofisika Mataram menganalisis, gempa yang terjadi selama Mei 2021 dikelompokkan menjadi tiga bagian, yakni berdasarkan magnitudo, frekuensi kejadian, dan kedalaman setiap kejadian.
Baca Juga: Mensos: Kementerian Sosial Harus Cepat Tangani Gempa NTB
Ardhi menjelaskan, berdasarkan frekuensi, kejadian gempa bumi terbanyak pada 9 Mei yakni 2021 kejadian, sedangkan berdasarkan magnitudo, gempa dengan magnitudo kurang dari 3 sebanyak 243 kejadian.
”Untuk kejadian dengan magnitudo 3 sampai 5 sebanyak 95 kejadian. Kami menganalisis, tidak ada kejadian gempa dengan magnitudo di atas 5,” kata Ardhi.
Sementara, berdasarkan kedalaman, gempa bumi dengan kedalaman 60 sampai 300 kilometer sebanyak 278 kejadian. BMKG Stasiun Geofisika Mataram tidak mencatat adanya kejadian gempa dengan kedalaman di atas 300 kilometer.
Mitigasi
Ardhi menambahkan, gempa bumi saat ini tidak bisa diprediksi. Oleh karena itu, kesiapsiagaan terhadap gempa bumi perlu dilakukan oleh masyarakat.
Selain itu, masyarakat juga diminta untuk terus mengikuti informasi dari BMKG sehingga tidak terpengaruh oleh isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Guru Besar Ilmu Geologi Teknik, Geoteknik, dan Mekanika Batuan Fakultas Teknik Universitas Mataram Didi Supriadi Agustawijaya beberapa waktu lalu mengatakan, berdasarkan penelitian mereka, gempa seperti 2018 diprediksikan terjadi dalam periode yang cukup pendek.
Gempa magnitudo 6, misalnya, diprediksikan terjadi dalam periode 20 tahun, sementara yang bermagnitudo 7,5 dalam 40 tahun.
Oleh karena itu, menurut Didi, perlu ada mitigasi bencana, baik struktural maupun kultural. Mitigasi struktural di mana organisasi perangkat daerah punya standar operasional prosedur terkait kebencanaan. Hal itu harus diatur dalam peraturan daerah.
Sementara mitigasi kultural, yang juga dipayungi perda, terkait pendidikan kebencanaan. Hal itu juga harus dimasukkan dalam kurikulum sekolah.
Baca Juga: Mengenal Gempa Bumi: Penyebab dan Macam-macamnya
Penulis : Fransisca Natalia Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV