> >

UGM akan Evaluasi Kontrak dengan Danacita untuk Pembiayaan Uang Kuliah Tunggal

Kampus | 8 Februari 2024, 13:48 WIB
Pihak Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta menyatakan akan mengevaluasi kerja sama dengan perusahaan financial technology (fintech) Danacita untuk pembayaran uang kuliah tunggal (UKT) bagi mahasiswanya. (Sumber: UGM)

YOGYAKARTA, KOMPAS.TV- Pihak Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta menyatakan akan mengevaluasi kerja sama dengan perusahaan financial technology (fintech) Danacita untuk pembayaran uang kuliah tunggal (UKT) bagi mahasiswanya.

Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Pengabdian Masyarakat, dan Alumni UGM Arie Sujito mengatakan, evaluasi bakal dilakukan seiring munculnya persepsi negatif terhadap pinjaman daring untuk uang kuliah. 

Kontroversi muncul saat kerja sama Danacita dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) terungkap ke publik beberapa waktu lalu. 

"Kita harus merespon tentang kecenderungan imej yang negatif terhadap pinjol," kata Arie di Yogyakarta, seperti dikutip dari Antara, Rabu (7/2/2024). 

Baca Juga: Polemik Pinjol di ITB, Mahasiswa: Komersialisasi Pendidikan Harus Dihapuskan!

Menurut Arie, perjanjian kerja sama dengan penyedia jasa pinjaman daring tersebut telah dilakukan pada 2022 atau pada era kepengurusan pimpinan UGM sebelumnya.

Saat ini pihak UGM tengah mengecek kembali surat kontrak, sehingga dapat diketahui sampai kapan kerja sama dengan perusahaan pinjaman daring itu berlangsung guna menentukan langkah apakah diakhiri atau dilanjutkan dengan sejumlah perbaikan.

Arie sendiri mengaku tidak setuju dengan mekanisme kerja sama dengan perusahaan pinjaman daring untuk membayar UKT karena dinilai cenderung memberatkan mahasiswa. 

"Saya adalah orang yang enggak setuju," ujarnya. 

UGM juga akan berupaya memperbaiki mekanisme pembayaran UKT tersebut dengan menyiapkan skema kredit pembayaran lain yang tidak memberatkan mahasiswa.

Baca Juga: Bos Danacita Sebut Perusahannya Bukan Pinjol, Teken MoU dengan ITB Sejak 2023

"UGM akan berusaha untuk membuat skema-skema bantuan, kredit yang dilakukan oleh kampus," tuturnya. 

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi menegaskan bahwa dunia pendidikan bukan ladang bisnis kampus. 

Baginya, kebijakan pembayaran UKT via pinjol ini dinilai tidak pantas karena mengambil keuntungan dari mahasiswa yang mengalami kesulitan ekonomi. Berdasarkan laporan yang ia terima, bunga pinjol cicilan UKT bisa mencapai 20 persen.

“Kalau saya sih melihatnya (kebijakan pinjol) enggak pantes. Sebuah sekolah menawarkan program pinjol, di mana pinjol itu bunganya juga besar (mencapai) 20 persen. Padahal, di dalam UU Sisdiknas itu, jika ada cicilan, tidak boleh terkena bunga, harus 0 persen," ungkap Dede seperti dikutip dari laman resmi DPR, Selasa (6/2/2024).

Baca Juga: ITB Jelaskan Pembayaran UKT Via Danacita Bukan untuk Mahasiswa S1 Kurang Mampu!

Ia menilai, jika kampus ingin menerapkan konsep ‘student loan’, seharusnya bekerja sama dengan bank negara dan tidak memungut keuntungan melalui bunga.

“Di luar negeri student loan di mana loannya itu 0 persen bunga, karena konsepnya bukan mencari keuntungan dari siswa, tapi konsepnya negara berinvestasi pada siswa. Investasi sumber daya manusia, mereka harus bisa menyelesaikan kuliah, pendidikan tanpa terbebankan soal bunga, pinjaman," terangnya. 

Senada, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian menuturkan keringanan uang kuliah bisa menggunakan Kartu Indonesia Pintar (KIP). 

"Kita harus membuat satu kebijakan yang lebih bijak lagi seperti KIP kuliah tentu saja mungkin proporsinya harus ditambah lebih tepat sasaran lebih tepat guna dan juga nilainya disesuaikan dengan nilai UKT," jelasnya.

Baca Juga: Profil Danacita yang Beri Pinjaman UKT ITB, Ada Nama Gita Wirjawan dan Eks CEO Indosat

Kedua, dengan mengalokasikan sejumlah anggaran untuk dikelola menjadi pinjaman tanpa bunga, seperti misalnya kredit mahasiswa. Sehingga, mahasiswa yang kesulitan membayar UKT dapat memanfaatkan kredit tersebut.

 

"Dulu waktu saya di ITB kira-kira seperti itu. Jadi kita tidak merasa khawatir bisa putus di tengah jalan hanya karena masalah biaya atau ekonomi," ungkapnya. 

Kedepan, Hetifah mengatakan Komisi X akan segera membahas permasalahan tersebut dengan Kemendikbudristek dan berkomunikasi dengan Kementerian Keuangan.

Penulis : Dina Karina Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Antara, Kompas.tv


TERBARU