Izin Sekolah Tatap Muka di Luar Zona Hijau, Jadi Angin Segar?
Politik | 27 Juli 2020, 17:56 WIBTak hanya Dimas, SMPN 1 Rembang mempersilakan siswa lain yang bernasib sama dengan Dimas.
Isti memastikan aktivitas belajar tatap muka terhadap Dimas atau siswa lainnya akan tetap menerapkan protokol kesehatan.
2. Naik Gunung Demi Sinyal Internet
Suhartina (17) asal Desa Pulo Madu, Kecamatan Pasilambena, Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Sulawesi.
Pelajar SMK Putra Bangsa Bulukumba dan tinggal di asrama sekolah. Saat pendemi virus corona, dia harus pulang ke kampung halamannya.
Di desanya sinyal internet sangat tidak memadai. Dia terpaksa naik gunung untuk mencari sinyal saat ujian sekolah secara online.
Suhartina tidak sendirian, ada beberapa pemuda lainnya harus turun naik gunung untuk mendapatkan sinyal yang bagus.
Untuk menuju ke sana bisa ditempuh dengan perjalanan darat menggunakan kendaraan bermotor sekitar 10 menit dari Desa Pulo Madu. Apalagi, akses jalan kurang begitu memadai, masih banyak ditemui jalanan rusak parah.
Sulitnya sinyal di Desa Pulo Madu, sudah dialami warga jauh hari sebelum pandemi virus corona.
Kegiatan mencari sinyal tak hanya dilakukan siang hari tapi juga malam hari. Malah semakin malam, orang yang mencari sinyal makin ramai.
"Dukanya ya karena banyak nyamuk dan takut, tapi demi sekolah harus berupa memberanikan diri," tutur Suhartina.
3. Belajar di Rumah Guru
Sejumlah pelajar SDN 4 Muara Ciujung Rangkasbitung Timur, Kabupaten Lebak, Banten, juga kesulitan dengan kegiatan belajar mengajar secara online.
Mereka memilih mendatangi kediaman gurunya untuk mendapatkan kegiatan belajar mengajar.
Menurut Guru SDN 4 Muara Ciujung, Heti, para orang tua siswa tidak mampu membeli smartphone dan paket internet.
Lagipula anak muridnya belum memahami penggunaan aplikasi belajar online. Sementara beberap siswanya masih dalam tahap belajar membaca dan berhitung.
Meski belajar secara tatap muka, Heti tetap menerapkan protokol kesehatan. Proses belajar mengajarnya dibatasi tujuh siswa per hari, dan tetap menggunakan masker.
4. Guru SLB Sambangi Murid
Di Grobogan, Jawa Tengah, seorang Guru Sekolah Luar Biasa (SLB) Agus Sampurna, terpaksa mendatangi satu per satu muridnya di kediaman masing-masing.
Ada sembilan siswanya yang secara bergantian harus disambangi Agus.
Menurutnya, kegiatan belajar mengajar secara online tidak bisa diikuti oleh semua siswanya.
Karena bagi penyandang tunanetra, proses pembelajaran tak hanya cukup penyampaian secara dialogis dan teroritis, baik guru maupun siswa harus ada interaksi langsung.
Orang tua siswa juga mengaku tak mampu mendampingi belajar secara daring, sebab pelajarannya tidak seperti pelajaran siswa para umumnya.
Setiap pertemuan Agus dan siswanya di rumah, Agus mengutamakan belajar menulis kalimat menggunakan huruf braille. Tak hanya belajar membaca dan menulis huruf braille, Agus juga mengajarkan hafalan surat - surat pendek Al Quran kepada siswa.
Penulis : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV