> >

Lagi, UU Penanganan Covid-19 Digugat ke MK, Kini yang Dipersoalkan Pasal Apa?

Hukum | 7 Juli 2020, 17:53 WIB
Petugas keamanan melintas di depan Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis (23/5/2019). (Sumber: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Undang-Undang (UU) penanganan Covid-19 Nomor 2 Tahun 2020 digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh aktivis Damai Hari Lubis.

Damai mengajukan gugatan baru itu ke MK) setelah sebelumnya menarik gugatan terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020.

Baca Juga: Gagal Persoalkan Perppu 1/2020 di MK, Kini Amien Rais dkk Siap Ajukan Gugatan UU 2/2020

UU Nomor 2 Tahun 2020 itu berisi tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan menjadi Undang-undang.

Dalam gugatan kali ini, Damai menyoal Pasal 27 Ayat (1), (2), dan (3) UU 2/2020.

"Dengan berlakunya undang-undang a quo, khususnya pada Pasal 27 Ayat (1), (2), dan Ayat (3), pemohon sebagai perorangan/warga negara Indonesia kehilangan haknya untuk melakukan kontrol hukum dalam melakukan upaya hukum baik pidana, perdata, serta tata usaha negara, apabila pemohon menemukan dugaan penyimpangan atas penggunaan dana penanganan Covid-19," kata Kuasa Hukum Damai, Arvid Martdwisaktyo, dalam persidangan yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (7/6/2020).

Persidangan tersebut disiarkan secara langsung melalui media sosial Youtube.

Pasal 27 Ayat (1) menyebutkan bahwa penanganan pandemi Covid-19 termasuk di dalamnya kebijakan bidang perpajakan, keuangan daerah, adalah bagian dari pemulihan ekonomi nasional, bukan merupakan kerugian negara. 

Sementara itu, Ayat (2) pasal tersebut berbunyi, anggota, sekretaris, anggota sekretariat KSSK (Komite Stabilitas Sistem Keuangan), dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan, dan pejabat lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan Perppu Nomor 1 Tahun 2020, tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada itikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

Kemudian, Pasal 27 Ayat (3) berbunyi, segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 bukan merupakan obyek gugatan yang dapat diajukan ke peradilan tata usaha negara. 

Menurut Damai, berlakunya pasal tersebut menghilangkan prinsip transparansi dan pertanggungjawaban pengelolaan APBN. 

Pasal itu juga dinilai rawan menyebabkan penyalahgunaan penggunaan dana penanggulangan Covid-19 sehingga berpotensi menimbulkan tindakan korupsi. 

"Terlebih lagi jika terjadi demikian penyelenggara negara/pejabat yang melakukan perbuatan tersebut tidak dapat dimintai pertanggungjawaban secara hukum, karena Pasal 27 Ayat (1), (2), (3) intinya menentukan perbuatan tersebut bukan merupakan kerugian negara dan tidak dapat dituntut secara pidana, digugat secara perdata, dan tata usaha negara," tutur Arvid. 

Oleh karena alasan-alasan tersebut, Damai meminta supaya MK menyatakan Pasal 27 Ayat (1), (2), dan (3) UU Nomor 2 Tahun 2020 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. 

Sebagaimana diketahui, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 mengatur tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang kebijakan keuangan negara dan stabilitas keuangan untuk penanganan pandemi Covid-19 dan/atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan. 

Baca Juga: Perppu Covid-19 Jadi UU, Pemohon Pertanyakan Penetapannya Luar Biasa Cepat

Perppu itu diterbitkan Presiden Joko Widodo pada 31 Maret 2020. 

Sejak Perppu ini terbit, banyak pihak yang mengkritik. 

Mahkamah Konstitusi bahkan menerima tiga permohonan gugatan terkait Perppu itu. 

Melalui rapat paripurna 12 Mei 2020 lalu, Perppu itu disetujui DPR untuk ditetapkan sebagai undang-undang. 

Perppu tersebut resmi diundangkan dan dicatat dalam lembaran negara pada 16 Mei 2020.

Adapun sejak Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 resmi berlaku, sejumlah pihak telah mengajukan gugatan pengujian, seperti Amien Rais dan kawan-kawan.

Selain mereka, ada pula Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) yang dipimpin oleh Boyamin Saiman.

Dua kepala daerah dari Kabupaten Ngawi pun mengajukan gugatan pengujian UU tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Penulis : Deni-Muliya

Sumber : Kompas TV


TERBARU