Sahroni Minta Kejagung Transparan soal Kasus Tom Lembong: Kasihan Pemerintah Dituduh Intervensi
Politik | 6 November 2024, 14:33 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Wakil Ketua Komisi III DPR RI dari Fraksi NasDem Ahmad Sahroni mendorong Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk transparan dalam menangani kasus dugaan korupsi impor gula dengan tersangka mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong.
Sahroni menekankan hal itu agar pemerintah tidak dianggap melakukan intervensi dengan menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka.
“Kasihan nanti pemerintah dianggap wah ada main-main, kita enggak berharap begitu. Kasihan kalau pemerintah dituduh-tuduh yang belum pasti. Nah kita tunggu nanti proses selanjutnya,” ucap Sahroni di Kompleks Parlemen, Rabu (6/11/2024).
Baca Juga: Kubu Tom Lembong Anggap Kejagung Tebang Pilih, Minta Mendag Lain Diperiksa
Dia berharap Kejagung sebagai lembaga penegak hukum benar-benar objektif dalam menangani perkara. Ia tidak ingin penetapan Tom seolah-olah bentuk intervensi dari kelompok yang menang dalam Pilpres 2024.
“Mudah-mudahan ini objektif dan kita berharap, kita tunggu proses dari kejaksaan,” ujar Sahroni.
Sebelumnya, Kejagung menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka kasus dugaan korupsi impor gula yang disebut merugikan negara Rp400 miliar.
Selain Tom, Kejagung juga menjadikan CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI), sebagai tersangka.
Baca Juga: Tom Lembong Ajukan Praperadilan terkait Kasus Korupsi Impor Gula, Minta Dibebaskan dari Tahanan
Kejagung telah menahan keduanya untuk 20 hari ke depan terhitung sejak ditetapkan sebagai tersangka.
“Kerugian negara yang timbul akibat perbuatan tersebut senilai ± Rp400 miliar, yaitu nilai keuntungan yang diperoleh delapan perusahaan swasta yang seharusnya menjadi milik negara/BUMN (PT PPI),” ucap Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar, beberapa waktu lalu.
Kejagung menjerat keduanya dengan sejumlah pasal.
“Para Tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” jelas Harli.
Baca Juga: Kuasa Hukum Pertanyakan Perlunya Penahanan terhadap Tom Lembong yang Sangat Kooperatif
Tom Lembong Ajukan Gugatan Praperadilan
Pada Selasa (5/11/2024), Tom Lembong mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Kuasa hukum Tom, Ari Yusuf Amir, menilai penetapan tersangka kliennya oleh Kejagung cacat hukum. Sebab itu, pihaknya meminta agar kliennya dibebaskan dari tahanan.
“Kami juga meminta agar klien kami dibebaskan dari tahanan,” kata Ari, Selasa, dikutip dari Kompas.com.
Dia membeberkan sejumlah poin yang menjadi dasar pengajuan praperadilan.
Menurut pihaknya, penetapan tersangka tidak didasarkan pada bukti permulaan yang cukup sebagaimana dengan ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Baca Juga: Surya Paloh Berharap Tidak Ada Politisasi dalam Kasus Dugaan Korupsi yang Libatkan Tom Lembong
“Tim penasihat hukum menilai bahwa bukti yang digunakan oleh kejaksaan tidak memenuhi syarat yang ditentukan, sehingga penetapan tersangka menjadi cacat hukum,” ujar Ari.
Selain itu, pihak Tom Lembong juga mengeklaim penyidikan dilakukan secara sewenang-wenang.
"Dan tidak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku,” katanya.
Ia juga menyebut tidak ada alasan yang cukup untuk menahan kliennya karena dikhawatirkan akan melarikan diri atau menghilangkan barang bukti.
Penulis : Ninuk Cucu Suwanti Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV