> >

Respons MA Soal Hakim se-Indonesia Gelar Gerakan Cuti Bersama 7-11 Oktober

Hukum | 26 September 2024, 20:49 WIB
Gedung Mahkamah Agung, Jalan Medan Merdeka Utara Nomor 9, Jakarta Pusat. (Sumber: KOMPAS.com/ MOH NADLIR)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Mahkamah Agung (MA) memberi respons mengenai rencana hakim muda di seluruh Indonesia untuk menggelar gerakan cuti bersama pada 7-11 Oktober 2024.

Juru bicara MA, Suharto, mengatakan , pihaknya belum membicarakan permasalahan ini dengan pimpinan MA dan ketua umum Ikahi (Ikatan Hakim Indonesia).

Ia menyebut pembicaraan dengan Ikahi baru akan dilakukan pada 30 September mendatang.

Sementara saat ditanya mengenai dampak bagi para pencari keadilan apabila para hakim benar-benar cuti, Suharto menjawab akan membicarakannya dengan Ikahi. 

”Tanggal 30 nanti saya akan temui ketua umum Ikahi lebih dulu untuk membicarakan hal tersebut," kata Suharto dikutip dari Kompas.id, Kamis (26/9/2024).

Di sisi lain, juru bicara Komisi Yudisial, Mukti Fajar Nur Dewata, melihat gerakan cuti bersama para hakim dalam rangka memprotes permasalahan kesejahteraan merupakan persoalan internal MA.

Baca Juga: Hakim Se-Indonesia Gelar Cuti Bersama 7-11 Oktober, Tuntut Revisi Gaji dan Tunjangan

”Namun, KY akan memperhatikan lebih lanjut jika berkaitan dengan kesejahteraan hakim. KY melakukan monev (monitoring dan evaluasi) lalu menyampaikan kepada pimpinan MA,” ucap Mukti.

Diberitakan sebelumnya, para hakim di seluruh Indonesia berencana melakukan cuti bersama pada 7-11 Oktober 2024 sebagai bentuk protes atas stagnasi gaji dan tunjangan yang tidak mengalami perubahan selama 12 tahun terakhir. 

Juru bicara Gerakan Cuti Bersama Hakim se-Indonesia, Fauzan Arrasjid, menyampaikan bahwa gerakan ini merupakan wujud kekecewaan para hakim terhadap lambatnya pemerintah dalam menyesuaikan penghasilan mereka. 

Menurut Fauzan, selama ini para hakim terus menjalankan tanggung jawab besar dalam menegakkan keadilan, tetapi kesejahteraan mereka justru stagnan.

Para hakim mendesak Presiden RI untuk segera merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2012, guna menyesuaikan gaji dan tunjangan hakim dengan standar hidup layak. 

“Ketidakmampuan pemerintah menyesuaikan penghasilan hakim ini jelas merupakan langkah mundur dan berpotensi mengancam integritas lembaga peradilan. Tanpa kesejahteraan yang memadai, hakim bisa saja rentan terhadap praktik korupsi karena penghasilan mereka tidak mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari,” ujar Fauzan dalam siaran persnya Kamis (26/9/2024).

Baca Juga: Momen Penutupan Pelatihan Masterclass Hakim se-Asia Pasifik di Jakarta

 

Penulis : Rizky L Pratama Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas.id


TERBARU