Janji Prabowo-Gibran Jadikan Lumbung Pangan Dunia: Antara Petani Gurem dan Cetak Sawah Baru
Humaniora | 26 September 2024, 06:15 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Tepat pada Hari Tani Nasional 24 September kemarin, Wakil Menteri Pertanian Sudaryono menyatakan pemerintah menargetkan mencetak sawah tiga juta hektar untuk lima tahun ke depan, atau selama periode pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Seperti diketahui Prabowo-Gibran akan dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden pada 20 Oktober mendatang.
Hal tersebut disampaikan Sudaryono saat memberi arahan pada kongres pertanian Indonesia yang diselenggarakan Ikatan Alumni Institut Pertanian Bogor (IPB) di Bogor, Selasa (24/9/2024).
Sudaryono mengatakan, hal itu selaras dengan target menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia.
“Dalam waktu dekat, kita targetkan swasembada, dan seterusnya adalah menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia," kata Sudaryono, dikutip dari siaran pers Kementan, Rabu (25/9).
Kata Sudaryono, tanpa cetak sawah baru, kita mau makan apa?
"Coba Anda bayangkan penduduk kita tambah besar, yang makan tambah banyak, sementara sawah kita tambah sedikit," tambahnya.
Selain mencetak sawah, pemerintah juga tengah sedang mengoptimalisasi lahan rawa sebagai upaya meningkatkan produksi. Hingga September 2024, realisasi program tersebut mencapai 95 persen dari target penggarapan 40 ribu hektar lahan di Kabupaten Merauke, Papua Selatan. Optimalisasi lahan rawa itu telah menggunakan mekanisasi pertanian seperti drone, traktor, combain harvester, hingga penggunaan benih.
Baca Juga: NTB Dilanda Kekeringan, Dinas Pertanian Yakin Produksi Pangan Tetap Stabil
Sementara politikus Gerindra Fadli Zon yakin Prabowo bisa mewujudkan kesejahteraan petani. Sebab, katanya, rekam jejak Prabowo sebagai Ketua Dewan Pembina Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) dan mantan Ketua Umum HKTI selama dua periode (2004-2010 dan 2010-2015), Prabowo memiliki potensi besar untuk memperjuangkan nasib petani di Tanah Air.
“Kita berharap, dengan dipimpin oleh kader HKTI, pertanian kita kedepan bisa lebih maju dan petani kita semakin sejahtera,” ujar Fadli, Selasa (24/9) dikutip dari laman partai Gerindra.
Menurutnya, kesejahteraan petani merupakan kunci ketahanan pangan nasional. Ia memberikan beberapa masukan penting kepada Prabowo, termasuk reformasi agraria, peningkatan produktivitas melalui benih unggul dan distribusi pupuk, serta subsidi dan insentif bagi petani.
Menuju Senjakala Pertanian
Toto Subandriyo, Pegiat Forum Pengkajian Pangan Pertanian dan Lingkungan (FP3L) dalam tulisannya di Kompas.id, 28 Agustus 2024 lalu menuliskan, saat ini sektor pertanian sedang mengalami senjakal alias redup. Kondisi itu ditandai lima hal.
Pertama, alokasi anggaran pembangunan kementerian/lembaga (K/L) bidang pangan sangat cekak. Kedua, terjadi penurunan produksi pangan yang sangat signifikan (utamanya beras).
Ketiga, rapuhnya kedaulatan pangan yang ditandai dengan membengkaknya angka impor pangan. Keempat, konversi lahan pertanian ke nonpertanian yang sangat masif. Kelima, terjadi fenomena gerontokrasi di sektor pertanian Indonesia.
"Dalam era transisi pemerintahan Presiden Joko Widodo kepada Prabowo Subianto, pemerintah dihadapkan pada permasalahan pelik terkait alokasi anggaran pembangunan. Anggaran pembangunan bidang pangan dipangkas demi mengakomodasi program-program presiden terpilih, seperti Program Makan Bergizi dan Minum Susu Gratis yang membutuhkan anggaran Rp 71 triliun pada 2025," tulis Toto.
Baca Juga: PKS Tentukan Sikap Oposisi atau Gabung Prabowo Gibran lewat Majelis Syuro Juni
Belum lagi untuk program-program lain, seperti Food Estate, program Cetak Sawah Baru, program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP), serta program Bantuan Pangan bagi keluarga berpenghasilan rendah.
Fakta tersebut, membuat kondisi pertanian digiring jadi petani gurem. Hal itu sebagai akibat penurunan produksi pangan yang sangat signifikan, utamanya beras, juga menjadi sinyal lain memudarnya sektor pertanian.
Data Badan Pusat Statistik (BPS), mengacu pada hasil kerangka sampling area tanaman padi Juni 2024, menunjukkan, potensi produksi beras pada Januari-September 2024 mencapai 24,37 juta ton gabah kering giling (GKG). Angka tersebut menurun 1,78 juta ton dibandingkan dengan realisasi produksi periode yang sama tahun 2023 yang mencapai 26,15 juta ton GKG.
Implikasi dari penurunan produksi beras yang sangat signifikan tersebut membuat angka impor beras membengkak. Berdasarkan data Rencana Proyeksi Neraca Beras Nasional pada Mei 2024, Indonesia berpotensi mengimpor beras sebanyak 5,17 juta ton.
Hingga April lalu telah terealisasi 1,77 juta ton. Sebanyak 3,4 juta ton direncanakan pada periode Mei-Desember 2024. Indonesia akan kembali menjadi negara importir beras terbesar di dunia!
"Sinyal lain yang menunjukkan bahwa dunia pertanian Indonesia tengah menuju senjakala adalah masifnya konversi lahan pertanian ke nonpertanian. Berdasarkan data Inspektur Jenderal Kementerian Pertanian, laju alih fungsi lahan pertanian ke nonpertanian sekitar 102.000 hektar per tahun. Data lain dari BPS menyebutkan, dalam kurun 10 tahun Indonesia kehilangan lahan sawah 1 juta hektar," kata Toto.
Penulis : Iman Firdaus Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV