> >

Apa Saja Dampak Berbahaya dari Gas Air Mata? Ini Penjelasannya

Humaniora | 27 Agustus 2024, 17:15 WIB
Ilustrasi. Mata merah Keviana Naswa Ainurohma akibat gas air mata pasca Tragedi Kanjuruhan yang terjadi pada pekan ke-11 Liga 1 2022-2023 seusai pertandingan bertajuk Derbi Jawa Timur, Arema FC melawan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan Kepanjen, Kabupaten Malang, Sabtu (1/10/2022) malam. (Sumber: KOMPAS.com/SUCI RAHAYU)

Dikutip dari laman resmi Kemenkes Selasa (27/8), gas air mata dikenal sebagai CS, dengan rumus kimia 2-Clorobenzalden Malononitril.

Gas ini biasanya berbentuk peluru kecil seukuran telapak tangan yang ditembakkan melalui senjata khusus atau dilepaskan dalam bentuk granat.

Saat diaktifkan, gas air mata akan mengeluarkan asap tebal berwarna putih, yang sebenarnya bukan gas, melainkan bubuk yang tersebar sebagai kabut halus di udara.

Paparan terhadap gas air mata dapat memicu reaksi cepat, seperti:

  • Rasa terbakar dan perih pada mata, yang menyebabkan air mata keluar.
  • Penglihatan menjadi kabur, disertai batuk atau sesak napas dalam waktu sekitar 20 hingga 60 detik setelah terpapar.
  • Iritasi kulit ringan hingga luka bakar kimia atau alergi kulit.
  • Peningkatan risiko penyakit pernapasan, terutama pada penderita asma atau gangguan pernapasan lainnya.

Pada paparan tinggi atau dalam frekuensi yang sering, risiko cedera lebih serius dapat meningkat. 

Seperti kerusakan permanen pada mata atau gangguan pernapasan kronis.

Gas air mata yang terperangkap dalam ruangan tertutup juga bisa memperburuk dampaknya, menjadikan perawatan medis sangat penting dalam kasus tersebut.

Cara meredakan gejala akibat paparan gas air mata:

  • Bilas mata dengan air bersih untuk menghilangkan zat kimia.
  • Mandi dengan sabun untuk menghilangkan partikel dari kulit.
  • Cuci pakaian dan aksesoris yang terpapar secara menyeluruh.
  • Segera pindah ke area dengan udara segar dan lepaskan lensa kontak jika dikenakan.

Sebagai informasi, dalam upaya pengendalian kerusuhan, penggunaan gas air mata di Indonesia perlu diatur dengan regulasi yang ketat dan disepakati bersama lintas sektor.

Hal ini guna meminimalkan dampak kesehatan bagi masyarakat yang terdampak.

Baca Juga: Demo di Semarang dan Makassar Ricuh, Komnas HAM Desak Polisi Evaluasi Cara Penanganan Unjuk Rasa

Penulis : Kiki Luqman Editor : Deni-Muliya

Sumber : Kompas TV


TERBARU