> >

Akademisi Sebut Putusan PTUN Jakarta yang Kabulkan Gugatan Anwar Usman Menambah Barisan Kejanggalan

Hukum | 14 Agustus 2024, 20:42 WIB
Doesn Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari dalam dialog Kompas Petang, Kompas TV, Rabu (14/8/2024). (Sumber: Tangkapan layar Kompas TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV – Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang mengabulkan sebagian gugatan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman menambah barisan putusan janggal dari pengadilan.

Pendapat itu disampaikn oleh Dosen Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari, dalam dialog Kompas Petang, Kompas TV, Rabu (14/8/2024).

“Ini putusan hanya menambah barisan putusan-putusan yang janggal dari pengadilan, terutama yang berkaitan dengan ruang-ruang politik,” tuturnya.

“Putusan ini kan sebenarnya adalah putusan yang seharusnya bicara soal ruang administrasi negara, ruang birokasi,” imbuhnya.

Baca Juga: MK Bakal Ajukan Banding atas Putusan PTUN yang Kabulkan Sebagian Gugatan Anwar Usman

Padahal, lanjut akademisi itu, perkara yang berkaitan dengan Anwar Usman tersebut merupakan proses etik, yang seharusnya selesai di Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).

“Jadi aneh kalau kemudian ini dibawa ke Pengadilan Tata Usaha Negara,” tegasnya.

Kedua, kata Feri, putusan ini juga janggal. Sebab, memutuskan untuk mengembalikan harkat Anwar Usman sebagai penggugat.

“Jadi proses pelanggaran etik itu dianggap tidak benar, sehingga dikembalikan harkatnya. Tapi di satu sisi yang lain, dikatakan bahwa Pak Anwar Usman juga tidak berhak menjadi Ketua MK, sehingga jabatan itu tidak dikembalikan kepada dirinya,” ujarnya.

“Anehnya, setelah jabatan itu dianggap bukanlah hak dirinya, proses pemilihan Ketua MK baru, yaitu Suhartoyo dianggap bermasalah, kan tidak ada hubungannya,” imbuh Feri.

Ia berpendapat, dengan adanya putusan bahwa Anwar Usman tidak lagi berhak menjadi Ketua MK, maka jabatannya sudah dianggap hilang.

“Harusnya ketua MK yang baru ya tetap menjabat karena tidak ada urusan dengan proses pengembalian harkat dan segala macamnya, karena proses administrai penentuan Ketua MK yang baru sudah berjalan dan sudah diakui,” bebernya.

Sebelumnya, Kompas.TV memberitakan, PTUN Jakarta mengabulkan sebagian gugatan Anwar Usman tentang pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK.

"Mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian," demikian petikan putusan PTUN tersebut, seperti dikutip Tribunnews.com.

Dalam putusannya, PTUN menyatakan, keputusan MK Nomor 17 Tahun 2023 tertanggal 9 November 2023 tentang pengangkatan Suhartoyo sebagai ketua MK masa jabatan 2023-2028 batal atau tidak sah.

PTUN Jakarta juga mengabulkan gugatan Anwar agar harkat dan martabatnya sebagai Hakim Konstitusi dipulihkan seperti semula.

Baca Juga: PTUN Kabulkan Gugatan Anwar Usman, Perintahkan Cabut Pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK

Namun, PTUN Jakarta tidak mengabulkan permohonan Anwar Usman untuk dikembalikan kedudukannya sebagai Ketua MK masa jabatan 2023-2028 seperti semula.

Berkaitan dengan putusan itu, MK berencana mengajukan banding.

Kepala Biro Hukum dan Administrasi Kepaniteraan MK, Fajar Laksono menyebut keputusan banding disepakati delapan hakim MK melalui rapat permusyawaratan hakim (RPH) yang digelar, Rabu (14/8/2024).

“Delapan hakim konstitusi baru saja selesai RPH non-perkara terkait sikap terhadap amar Putusan PTUN Jakarta, tanpa dihadiri Hakim Konstitusi Anwar Usman,” kata Fajar dalam keterangan tertulis, Rabu, dikutip dari Antara.

"RPH dimaksud menyepakati mengambil sikap untuk menyatakan banding atas putusan PTUN, sembari MK menanti salinan utuh putusan PTUN," katanya.

Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Deni-Muliya

Sumber : Kompas TV


TERBARU