Pakar Hukum Tata Negara Sebut Undang-Undang Batasi Penanganan Pelanggaran TSM di Bawaslu, tapi...
Rumah pemilu | 19 Maret 2024, 21:52 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Pakar Hukum Tata Negara, Feri Amsari, membenarkan bahwa undang-undang membatasi penanganan dugaan pelanggaran pemilu yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dilakukan oleh Badan Pengawas Pemilhan Umum (Bawaslu).
Pernyataan Feri tersebut disampaikan dalam dialog Kompas Petang, Kompas TV, Selasa (19/3/2024), menanggapi pernyataan Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Habiburokhman.
Sebelumnya, dalam dialog yang sama, Habiburokhman menyebut bahwa penanganan dugaan pelanggaran TSM bukan dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi, melainkan Bawaslu.
“Kalau bicara gambaran proses TSM ya, memang undang-undang sudah membatasi itu di Bawaslu, dan sementara itu untuk perselisihan hasil ada di Mahkamah Konstitusi,” kata Feri.
Baca Juga: Hasto Sebut Pilpres 2 Putaran dan Suara Ganjar-Mahfud Digembosi, Gibran: Dibuktikan Saja
Meski demikian, menurut pria yang dosen di Universitas Andalas tersebut, jika mencermati kehendak undang-undang pemilu dan undang-undang dasar, MK memiliki tugas untuk menjaga konstitusi, bukan sekadar menjaga C Hasil.
“Kalau disimak baik-baik Pasal 22 E ayat 1 Undang-Undang Dasar, disebutkan ada asas pemilu, ada langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil, dan dilaksanakan lima tahun sekali.”
“Asas yang paling penting itu bicara jujur dan adil. Jujur dan adil itu tidak bisa dihitung denagn angka-angka,” tambahnya.
Dalam kontek keilmuan, lanjut Feri Amsari, perselisihan hasil pemilihan umum di mana saja di dunia ini tidak sekadar hasil tapi juga proses.
“Mungkin bisa dibuka-buka lagi ya soal pengertian election disputes ya. Election disputes itu bicara soal proses, baik proses itu dilakukan jujur dan adil atau proses yang ada upaya untuk dianggap sebagai kealpaan atau kesalahan manusianya,” bebernya.
“Ini sebenarnya bisa dilihat lebih baik-baik ya, dan harus diingat ya bahwa Mahkamah Kontitusi itu sendiri yang meminta sebelumnya, tahun 2008, putusan 41 PHPUD tahun 2008 bahwa tidak semata-mata bicara hasil tetapi juga proses.”
Saat ditanya, apakah itu berarti sangat memungkinkan untuk mengajukan gugatan ke MK, Feri Amsari menjawab bahwa MK memiliki kewenangan untuk mengubah hasil.
“Ya, bagi saya begini, sedari awal, semenjak 2004 memang MK tidak pernah memenangkan orang yang dinyatakan kalah oleh KPU, tetapi harus diingat tujuan MK itu dibentuk untuk mengubah hasil.”
“Jadi, kewenangan MK itu untuk mengubah hasil. Bisa saja kali ini para pihak mampu membuktikan adanya pelanggaran luar biasa terhadap asas pemilu dan prinsip penyelenggaraan pemilu yang berupa pelanggaran TSM dan lain-lain itu yang tentu saja bisa akan mengubah hasil,” ungkapnya.
Baca Juga: Jelang Pengumuman Hasil Pemilu 2024, Begini Beda Reaksi Gibran dan Hasto
Sebelumnya, Habiburokhman mengatakan, panggung Mahkamah Konstitusi bukan panggung untuk pembuktian dugaan pelanggaran TSM.
“Kita harusnya paham bahwa panggung Mahkamah Konstitusi itu bukanlah panggung untuk pembuktian TSM, karena berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 dan berdasarkan yurisprudensi, penerapannya pada PKPU Pilpres nomor 1 tahun 2019, tempat penyelesaian sengketa TSM, apakah itu kuantitatif atau kualitatif itu adalah di Bawaslu, bukan di Mahkamah Konstitusi.”
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV