Waketum PAN Sebut Parliamentary Threshold Besar Sebabkan Disproporsionalitas yang Besar
Politik | 4 Maret 2024, 13:20 WIB“Kedua, tidak ada batasan berapa jumlah ideal dari angka parliamentary treshold, karena setiap negara memiliki basis kultural politik masing-masing,” jelasnya.
“Saya dua kali menjadi anggota Pansus RUU Pemilu, perdebatan soal UU Pemilu itu hanya ada lima saja, lima hal prinsip,” tuturnya.
Pertama, soal sistem pemilu. Dua, alokasi kursi per dapil. Tiga, parliamentary treshold. Empat, presidential treshold. Kelima, cara atau model penghitungan suara.
Ia menambahkan, MK sudah beberapa kali mengabulkan gugatan tentang parliamentary treshold, dari 2,5 persen menjadi 3 persen, menjadi 4 persen, dan saat ini tidak boleh 4 persen lagi,.
“Ini yang presidential treshold, dari zaman Nabi Adam, sampai Adam Malik, sampai Malik D’Essential, tidak pernah berubah,” katanya.
“Padahal itu kan open legal policy, sama-sama. Tapi begini, untuk parliamentary treshold, memang ada bahasan dari pansus itu soal penyederhanaan partai politik,” tambahnya.
Baca Juga: Reaksi Jokowi Ditanya soal Lonjakan Suara PSI pada Real Count Sementara KPU
Penyederhanaan partai politik tersebut, menurut Viva, ada banyak tafsir, apakah menyangkut jumlah, atau menyangkut perspektif ideologi.
“Kalau menurut saya, satu, harus mempertimbangkan aspek disproporsionalitas. Jangan sampai pemilu itu disproporsionalitas karena penetapan parliamentary treshold yang tinggi,” harapnya.
Kedua, adalah pengetatan syarat-syarat adimistratif pendirian partai politik peserta pemilu.
Viva menyebut saat ini syarat menjadi peserta pemilu harus diperketat, misalnya untuk pengurus tingkat kecamatan.
“Misalnya 100 persen memiliki pengurus di provinsi, sudah (terpenuhi). 100 persen memiliki pengurus di kabupaten/kota, sudah. Nah yang tingkat kecamatan, sekarang kan cuma 50 persen. Harus ditingkatkan lagi, apakah 80 persen atau 90 persen,” ujarnya.
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Deni-Muliya
Sumber : Kompas TV