> >

Pelangi Cina Indonesia: Ateng, Pelawak Sederhana yang Pantang Menyakiti Hati Orang

Humaniora | 7 Februari 2024, 04:00 WIB
Foto arsip. Pelawak Ateng dan Pendiri Kompas Gramedia Jakob Oetama dalam sebuah acara. (Sumber: Intisari)

JAKARTA, KOMPAS.TV- Nama Ateng terkenal di era 1970-1980-an. Pelawak bertubuh pendek dan gempal itu, punya gaya yang khas. Bukan saja karena perawakannya tapi juga cara melawaknya yang terkadang membuat penonton gemas.

Namun, dia pantang membuat lawakan yang menyakiti hati orang atau menertawakan cacat orang.

"Daripada menjadikan penonton atau orang lain bulan-bulanan, mendingan diri sendiri yang ditertawakan," katanya, dikutip dari buku "Pelangi Cina Indonesia" terbitan Intisari (2002). 

Ateng, berasal dari keluarga Tionghoa yang lahir di Semplak, Bogor, Jawa Barat, pada 8 Agustus 1942. Ayahnya, Kho Lian Lok berasal dari Cirebon sementara ibunya Lao Wit Nio asli orang Semplak. Waktu lahir Ateng diberi nama Kho Tjeng Lie. Namun sejak kecil dia dipanggil Ateng. 

Baca Juga: Kronologi Pelawak Eko Londo Meninggal Dunia, Sempat Kecelakaan Tunggal hingga Dirawat Sebulan

Anak kedua dari sembilan bersaudara ini, sebenarnya tidak bercita-cita menjadi tukang "kocok perut". Dia justru ingin masuk ke Akademi Hukum Militer. Namun ditolak, apalagi kalau bukan karena tubuhnya yang pendek.     

Urusan badan yang pendek ini memang merepotkannya sejak kecil. Ketika usaia 7 tahun dan akan dimasukan ke sekolah dasar, Ateng ditolak. Petugas penerima pendaftaran memintanya memegang telinga kiri dengan tangan kanan lewat kepala bagian atas. Karena tangannya pendek, dia tidak berhasil.

Tahun berikutnya pun sama, ditolak. Nah, pada kesempatan ketiga neneknya nekad berbicara kepada guru di sana bernama Soetikno.

"Pak, cucu saya ini badannya saja yang kecil. Umurnya sih sudah sembilan tahun," kata sang nenek.

Pak Tikno memandang Ateng lalu bicara sebentar dan akhirnya bisa diterima.

Ternyata Ateng siswa yang cerdas. Rupanya dukungan dari keluarga pun sangat kuat agar Ateng rajin sekolah. Bahkan, saat menjelang ujian SD, Ateng sampai ditongkrongi sama bapaknya agar belajar serius.

Ketika Ateng ngantuk, ayahnya membawakan air dalam ember. Tujuannya, kaki Ateng direndam agar tidak mengantuk.

"Memang jadi segar lagi," cerita Ateng.

Didikan sang ayah memang membawanya ke karir sebagai pelawak. Agar bisa bergaul dengan anak-anak jujur, Ateng diikutkan dalam siaran "Panggung Gembira" asukan Pak Kasur di Studio V RRI. Di sinilah Ateng suka melawak.

Dalam sebuah lakon Rama dan Sinta, Ateng berperan sebagai Rahwana, sang raksasa jahat. Sontak diprotes teman-temannya.

"Mana ada raksasa kecil?" kata temannya.

Spontan Ateng menjawab, " Di situlah lucunya."

Gaya lawakan Ateng banyak disukai teman-temannya. Tidak heran karirnya terus menanjak. Dia mulai berkenalan dengan Bing Slamet yang sudah lebih dulu eksis. Kemudian juga dengan Iskak, Bagyo dan Edy Sud.

Baca Juga: Deretan Pelawak yang Bakal Bertarung ke Senayan di Pemilu 2024, Komeng, Denny Cagur hingga Mongol

Pada 1968, Benyamin Sueb yang sedang bekerja di pabrik eternit kadang datang ke rumah Ateng mengendarai motor DKW Hummel. Pada saat itu, Benyamin seniman Betawi serba bisa itu, sudah bisa mengarang lagu dan mengajari Ateng bernyanyi, salah satunya lagu "Kancil Kesasar".

Hubungan Ateng dan para pelawak di masanya, benar-benar sangat harmonis dan saling menghormati. Misalnya dengan Iskak.

"Kalau dua hari tidak ketemu, tidak betah. Kadang kami saling ganggu dengan gurauan tapi tidak saling menyakiti," ungkapnya.

Pada tahun 1980-an, tercatat ada 150 grup lawak yang aktif di Indonesia. Tapi Ateng tidak pernah merasa ada persaingan. Bahkan, di antara para pelawak itu bisa saling mengisi dan semua kabagian order. 

Di masa tuanya, saat tidak lagi banyak manggung, Ateng hidup sejahtera bersama isteri dan dua anaknya.

Sebagai seorang publik figur, Ateng punya gaya hidup sederhana dan tidak boros saat punya banyak uang. Ateng meninggal pada 6 Mei 2003 di usia 60 tahun dan dikremasi di Krematorium Nirwana Marunda, Jakarta Utara.  

 

Penulis : Iman Firdaus Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV/Intisari


TERBARU