> >

Pakar Hukum Tata Negara Khawatirkan Realitas Politik Pemakzulan: Bisa Rusak Pemilu, Itu Lebih Bahaya

Politik | 16 Januari 2024, 11:24 WIB
Pakar hukum tata negara Zainal Arifin Mochtar. (Sumber: ANTARA FOTO/GALIH PRADIPTA)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar, khawatir usulan pemakzulan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang digaungkan baru-baru ini, akan merusak Pemilu 2024.

Seperti diberitakan sebelumnya, usulan pemakzulan (impeachment) Presiden Jokowi belum lama ini digagas oleh kelompok yang menamakan diri Petisi 100.

“Yang kita khawatirkan bukan realitas hukumnya atau ketatanegaraannya, tetapi saya khawatirkan adalah realitas politiknya. Karena kemudian mungkin jadi dipakai dalam kondisi tertentu untuk merusak pemilunya dan saya kita itu lebih bahaya,” ujar Zainal dalam Sapa Indonesia Pagi KOMPAS TV, Selasa (16/1/2024).

Baca Juga: Dewas KPK: Tim Penyidik Cari Harun Masiku hingga ke Filipina, tapi Belum Ketemu

Oleh karena itu, dia mengingatkan agar usulan pemakzulan tersebut dilakukan dengan perhitungan yang matang. Meskipun, kata dia, pemakzulan dan pemilu adalah dua hal yang berbeda.

“Harusnya dalam perhitungan juga, perhitungan secara ketatanegaraan. Tidak ada kaitan sebenarnya proses impeachment presiden dengan pemilu, dua hal yang berbeda. Pemilu dilakukan oleh KPU, ada lembaga sendiri, sedangkan impeachment pelanggaran,” jelas Zainal.

Terlebih, kata dia, pemakzulan ada dalam Undang-Undang Dasar. Sehingga menolak pemakzulan merupakan perbuatan inkonstitusional.

“Silakan saja, impeachment ini adalah barang yang ada dalam Undang-Undang Dasar. Menolaknya adalah perbuatan inkonstitusional, karena kan ada dalam Undang-Undang Dasar. Mekanismenya silakan didorong,” ucap Zainal.

Baca Juga: PDI-P Terima Pengunduran Diri Maruarar Sirait yang Ngaku Ikuti Langkah Jokowi

Dia menilai usulan pemakzulan sebagai buah dari proses pengawasan terhadap situasi yang terjadi. Di mana belakangan ini, kata dia, presiden nyaris tidak terbatasi dan melakukan tindakan-tindakan yang bersinggungan dengan pasal-pasal impeachment

“Misalnya ketika presiden sendiri mengakui dalam sebuah rapat dengan para relawan yang mengatakan dia punya alat negara yang melakukan dan mengetahui apa yang sedang dibicarakan oleh partai-partai lain, apa yang disampaikan atau apa yang diinginkan oleh partai lain, misal mengusung calon dan lain sebagainya,” jelas Zainal.

Usulan pemakzulan Presiden Jokowi mencuat setelah sejumlah tokoh yang tergabung dalam Petisi 100 mendatangi Menko Polhukam Mahfud MD di kantornya di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (9/1/2024).

Dilansir Kompas.com, tokoh-tokoh itu antara lain Faizal Assegaf, Marwan Batubara, dan Letnan Jenderal TNI Marsekal (Purn) Suharto.

Kedatangan mereka, menurut Mahfud, untuk melaporkan dugaan kecurangan Pemilu 2024 hingga pemakzulan Presiden Jokowi.

Mahfud mengatakan kepada mereka bahwa dirinya tidak bisa menindak laporan itu karena bukan kewenangannya.

Menurutnya, laporan itu seharusnya disampaikan kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai penyelenggara Pemilu serta Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Mahfud mengungkapkan, Petisi 100 juga meminta agar Pemilu 2024 dilakukan tanpa Presiden Jokowi.

Maksudnya, kata dia, mereka meminta Jokowi dimakzulkan. Lagi-lagi Mahfud mengaku itu bukan kewenangannya.

"Ada juga mereka minta pemakzulan Pak Jokowi, minta pemilu tanpa Pak Jokowi. Saya bilang kalau urusan pemakzulan itu kan, sudah didengar orang, mereka sudah menyampaikan ke berbagai kesempatan. Dan itu urusannya partai politik dan DPR, bukan Menko Polhukam," tegas Mahfud di Jakarta, Selasa (9/1/2024).

 

Penulis : Ninuk Cucu Suwanti Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV, Kompas.com


TERBARU