Ketika Presiden Soeharto Menceritakan Kedekatannya dengan Liem Sioe Liong
Humaniora | 4 Januari 2024, 06:00 WIB“Baik, kalau gitu kamu mendirikan pabrik tepung terigu. Karena pemerintah mempunyai terigu PL 480 (bantuan kredit dari Amerika Serikat untuk gandum, red). Tapi kamu hanya mengolah, yang mengendalikan tetap Bulog," kata Pak Harto.
Jadi, lanjut Pak Harto, sejak dulu memang bukan Om Liem yang mendirikan. Om Liem hanya sebagai tukang jahit saja. Terbukti dia bisa menggunakan dukungan modal dari luar negeri untuk mendirikan industri pangan yang dibutuhkan rakyat. “Ini sudah merupakan salah satu keikutsertaan dalam pembangunan,” kata Pak Harto.
Menurut Kepala Negara, sekarang seolah-olah hanya Om Liem saja yang diberi kesempatan. Padahal, kepada yang lain pun juga diberi kesempatan untuk mendirikan. Pak Harto juga menjelaskan latar-belakang PT Indocement yang sahamnya antara lain dimiliki Liem Sioe Liong, Sudwikatmono dan Ibrahim Risyad. Begitu pula soal semen.
"Pembangunan itu setelah pangan adalah papan. Nah, untuk membangun papan (rumah) ini diperlukan semen. Lalu Om Liem dan teman-temannya mendirikan pabrik semen. Secara kebetulan waktu itu pemerintah sudah menerima investasi dari AS di Cibinong. Investor ini sanggup membangun pabrik semen dengan kapasitas dua juta ton per tahun,” katanya.
Tapi pada permulaan, ujar Presiden, perusahaan ini sanggup membangun pabrik dengan kapasitas 500 ribu ton saja. Investor itu minta sebelum mereka mampu memproduksi 2 juta ton, pabrik lainnya agar tidak diizinkan membangun pabrik.
Baca Juga: Ketika Pak Harto Tegur Ketua Umum Golkar karena Perolehan Suara Merosot Tajam
Menurut Pak Harto, tentu saja permintaan itu tak dikabulkan. Sebab, kebutuhan semen akan terus meningkat. Mereka, kata Pak Harto, berharap agar pabrik di luar negeri terus bisa mengekspor ke Indonesia, lalu kita tidak bisa mandiri.
“Lalu saya panggil grupnya Liem. Kamu sanggup mendirikan pabrik semen?” tanya Pak Harto. “Sanggup,” jawab Om Liem.
Setelah ada kesanggupan dari Om Liem, diberitahu kepada investor AS agar mereka segera memenuhi kapasitas produksinya yakni 2 juta ton semen. Kalau tidak mampu memproduksi 2 juta ton, lebih baik batal saja. Lalu, pabrik dari AS ini dijual kepada pengusaha nasional (grup Om Liem) dan mereka (AS) mundur.
Setelah Soeharto jatuh, hubungan keduanya tak banyak lagi diberitakan. Liem meninggal 10 Juni 2012 di Raffles Hospital, Singapura. Sementara Pak Harto meninggal pada 27 Januari 2008 di Jakarta.
Penulis : Iman Firdaus Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas TV