Terungkap, Firli Bahuri Tak Lapor Punya Valas Rp7,5 Miliar, Uangnya Dipakai buat Biaya Sekolah Anak
Hukum | 27 Desember 2023, 17:14 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK nonaktif Firli Bahuri ternyata tidak melaporkan harta kekayaannya berupa uang valuta asing atau valas senilai Rp7,5 miliar ke dalam Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN)
Demikian fakta tersebut terungkap dalam sidang kode etik Firli Bahuri yang digelar oleh Dewan Pengawas atau Dewas KPK di Gedung KPK, Jakarta, pada Rabu (27/12/2023).
Adapun sidang pelanggaran kode etik Firli Bahuri tersebut digelar oleh Dewas KPK secara in absentia atau tanpa kehadiran Firli.
Baca Juga: Ini 3 Pelanggaran Etik Firli Bahuri sehingga Didesak Dewas Harus Mundur dari Ketua KPK
Anggota majelis sidang, Harjono, mengungkapkan Firli Bahuri tidak melaporkan valas tersebut ke LHKPN karena uang itu diterimanya jauh sebelum dia bertugas di KPK.
Harjono bilang uang miliaran rupiah itu kemudian digunakan oleh Firli Bahuri untuk keperluan pribadinya. Salah satunya dipakai untuk kebutuhan sekolah anaknya.
"Uang valas tersebut terperiksa gunakan untuk kebutuhan pribadi, di luar keperluan dinas setelah terperiksa pensiun,” kata Harjono dalam persidangan.
“Salah satunya untuk kebutuhan terperiksa perjalanan dan kebutuhan sekolah anak terperiksa (Firli Bahuri).”
Sementara itu, anggota majelis sidang lainnya, Albertina Ho, mengatakan bahwa uang valas tersebut diterima Firli Bahuri ketika masih bertugas di institusi Polri.
Menurut Albertina, saat itu Firli sering kali pergi ke luar negeri untuk melaksanakan tugas. Ia juga menegaskan uang valas yang diterima Firli bukanlah sebagai bentuk gratifikasi.
Baca Juga: ICW Desak Presiden Jokowi Berhentikan Firli Bahuri karena Terbukti Lakukan Perbuatan Tercela
"Pemberian uang valas kepada terperiksa bukan gratifikasi," ujar Albertina.
Adapun dalam sidang kode etik tersebut, Dewan Pengawas KPK menyatakan Firli Bahuri wajib mengundurkan dari jabatannya sebagai pimpinan KPK.
Dewas KPK membeberkan sejumlah pelanggaran kode etik yang dilakukan Firli Bahuri, sehingga yang bersangkutan didesak harus mundur dari Ketua KPK.
Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean mengungkapkan ada tiga pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Ketua KPK nonaktif tersebut.
"Pelanggaran yang dilakukan ada tiga," kata Tumpak usai Sidang Kode Etik di Gedung Pusat Pendidikan Antikorupsi KPK, Jakarta Selatan, Rabu (27/12/2023).
Tumpak mengatakan, pelanggaran kode etik yang pertama adalah mengadakan hubungan langsung dan tidak langsung dengan pihak lain yang ada kaitannya dengan perkara yang ditangani KPK.
Baca Juga: ICW: Dewas KPK Harus Kirimkan Putusan Sanksi Berat Firli Bahuri kepada Presiden Jokowi
Dalam hal ini, kata Tumpak, pihak lain yang dimaksud oleh pihaknya adalah mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo atau SYL.
Kemudian, lanjut dia, pelanggaran kedua adalah Firli Bahuri tidak melaporkan ke sesama pimpinan KPK soal pertemuannya dengan SYL di GOR Tangki Mangga Besar.
Padahal, Tumpak menuturkan bahwa Firli Bahuri punya kewajiban untuk melaporkan soal pertemuannya tersebut kepada pimpinan KPK yang lain.
Terakhir, pelanggaran kode etik yang dilakukan Firli Bahuri adalah soal hartanya berupa valuta asing dan bangunan, serta aset yang tidak dilaporkan dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara atau LHKPN.
Dengan begitu, Tumpak mengatakan Dewas KPK menyatakan bahwa Firli Bahuri telah melakukan pelanggaran kode etik berat atas ketiga pelanggaran tersebut.
Serta, Tumpak menambahkan, perbuatan Firli tersebut tidak menunjukkan keteladanan dalam tindakan dan perilaku sebagai pimpinan KPK.
Baca Juga: Pertimbangan Dewas KPK Jatuhkan Sanksi Berat kepada Firli Bahuri: Tak Ada Hal Meringankan
Lebih lanjut, Tumpak menjelaskan perbuatan Firli juga dinyatakan telah melanggar Peraturan Dewan Pengawas Nomor 3 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku KPK Pasal 4 ayat (2) huruf a Pasal 4 ayat (1) huruf j dan Pasal 8 huruf e.
Atas pertimbangan tersebut Dewas KPK kemudian menjatuhkan sanksi terberat bagi insan KPK yakni diminta mengundurkan diri.
"Menjatuhkan sanksi berat kepada terperiksa berupa diminta untuk mengajukan pengunduran diri sebagai pimpinan KPK," kata Tumpak.
Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas TV