> >

Ketika Kesepian Menyergap Warga Jabodetabek, Terasing di Tengah Keramaian

Humaniora | 21 Desember 2023, 08:34 WIB
Kesepian bisa berpengaruh pada kesehatan mental seseorang. (Sumber: Freepik/wirestock)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Mayat Grace Arijani Harapan (68) dan David Aryanto Wibowo (38) itu ditemukan di rumah yang berada di kawasan menengah atas, di Cinere, Kota Depok Jawa Barat. Keduanya meninggal dengan cara bunuh diri, mati lemas di ruang sempit    

Ketua Asosiasi Psikologi Forensik Natanael Elnadus Johanes Sumampouw, yang mewawancara orang terdekat kedua korban, menemukan fakta bahwa sejak ditinggal oleh ayah dan suaminya, Stefanus Lukmanto Wibowo, pada 2011, kehidupan ibu dan anak itu berubah drastis. ”Mereka seakan menarik diri dari interaksi sosial,” ujar Natanael saat memaparkan penyebab kematian Oktober 2023.

David mengalami gangguan mental akibat depresi dan rasa kesepian. Apalagi, sampai akhir hidupnya, dia tidak memiliki pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan ibunya. Kondisi ini berpengaruh pada perilakunya yang lebih banyak menghabiskan waktu di dunia digital.

Baca Juga: Efek Pandemi, Remaja Australia Kesepian walau Lockdown Berakhir

Yang terbaru, kasus pembunuhan empat anak di Jagakarsa, Jakarta Selatan. Panca Darmansyah, tersangka pembunuhan sekaligus ayah korban, dinilai jarang sekali bersosialisasi dengan masyarakat sekitar, terutama setelah terbelit masalah ekonomi.

Kesepian, kini telah menjadi persoalan mental cukup serius bahkan bisa mengarah pada tindakan bunuh diri. Direktur Utama Pusat Kesehatan Jiwa Nasional Rumah Sakit Dr dr Nova Riyanti Yusuf, SpKJ menyebut kesepian (loneliness) sebagai salah satu faktor terjadinya bunuh diri, bersama hopelessness (ketidakberdayaan), belongingness (kepercayaan individu tentang sejauh mana individu merasa menjadi bagian dari orang lain), dan burdensomeness (perasaan sebagai beban). 

Apalagi di masa pandemi Covid-19 dengan berbagai pembatasannya, telah menghadirkan gelombang yang luar biasa dahsyat terhadap kehidupan masyarakat. Mereka tak bisa lagi berinteraksi dan saling bertemu.

Fakta kesepian ini makin tergambarkan ketika lembaga nonprofit di bidang kesehatan masyarakat dan kesehatan komunitas, Health Collaborative Center, mengungkap hasil surveinya. Terungkap, separuh warga Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi) mengalami kesepian dengan derajat sedang dan tinggi. Munculnya rasa kesepian ini dipicu oleh ketidakcocokan dalam pergaulan dengan orang di sekitarnya.

Dikutip dari Kompas.id, survei yang digelar sejak Oktober 2023 dan melibatkan 1.299 responden di Jabodetabek itu menemukan, sekitar 44 persen warga Jabodetabek mengalami kesepian derajat sedang, sementara 6 persen lainnya mengalami kesepian derajat tinggi. Survei menggunakan UCLA Loneliness Scale dengan tingkat kepercayaan 95 persen dengan margin of error 2,3 persen.

Peneliti utama sekaligus Ketua Health Collaborative Center (HCC) Ray Wagiu Basrowi, di Jakarta, Selasa (19/12/2023), mengatakan, dari hasil penelitian diperoleh data bahwa 56 persen perantau di wilayah Jabodetabek mengalami kesepian derajat sedang. Mereka juga 1,5 kali berisiko mengalami kesepian.

Selanjutnya, 51 persen warga Jabodetabek yang berusia di bawah 40 tahun juga mengalami kesepian derajat sedang. Mereka berpotensi 1,5 kali mengalami kesepian.

Jika dilihat dari status, 60 persen warga Jabodetabek yang belum menikah mengalami kesepian derajat sedang dan berisiko 1,5 kali mengalami kesepian. Namun, bukan berarti orang yang sudah menikah tidak merasa sepi. ”Pada kenyataannya, 47,9 persen responden yang telah menikah masih merasa kesepian,” kata Ray.

Sementara jika dilihat dari sisi gender, 52 persen warga Jabodetabek yang merasa kesepian derajat sedang adalah perempuan. Mereka dua kali lebih berisiko mengalami kesepian.

Beberapa faktor dominan yang menyebabkan orang kesepian antara lain rasa tidak cocok dengan orang sekitar, sering merasa malu dan minder, tidak bisa dekat dengan orang lain, serta memiliki hobi yang tidak sama dengan orang yang ada di sekitarnya.

Baca Juga: Gorila Paling Kesepian di Dunia, 30 Tahun Tinggal Sendirian di Kandang Kebun Binatang Mal

Menurut Ray, sangat sulit untuk mendeteksi orang kesepian karena tidak bisa terbaca dari gerak-gerik atau perilaku seseorang. Mereka yang sedang nongkrong dengan temannya  atau berinteraksi di media sosial pun bisa saja merasa kesepian.

Menurut dia, tidak sulit untuk mengobati rasa kesepian, yakni meminta orang itu untuk lebih membuka diri, menyalurkan hobi dengan komunitas yang baru, dan banyak berinteraksi di ruang publik.

Masalahnya, kini banyak orang yang tidak sadar kalau dirinya kesepian. Karena memang, rasa kesepian hanya bisa terdeteksi dengan skrining menyeluruh melibatkan tenaga profesional, seperti psikolog atau konselor.

Baca Juga: Alami Keguguran, Jessie J: Perasaan Paling Kesepian di Dunia

Karena itu, peran pemerintah sangat dibutuhkan, yaitu menyediakan alat yang valid didukung sistem rujukan kejiwaan yang baik, seperti  ketersediaan sumber daya manusia yang memadai dan menggiatkan skrining berbasis komunitas, seperti di posyandu dan di sekolah.

Skrining di kedua tempat itu dianggap perlu karena banyak kasus perundungan di lingkungan sekolah di mana anak jadi korbannya. ”Karena itu, di setiap sekolah juga dibutuhkan guru yang mengerti kejiwaan anak,” ucap Ray. Kesepian yang mendera warga Jabodetabek, tidak bisa lagi dianggap sepele.

Penulis : Iman Firdaus Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Kompas TV


TERBARU