> >

Ketika Kesepian Menyergap Warga Jabodetabek, Terasing di Tengah Keramaian

Humaniora | 21 Desember 2023, 08:34 WIB
Kesepian bisa berpengaruh pada kesehatan mental seseorang. (Sumber: Freepik/wirestock)

Selanjutnya, 51 persen warga Jabodetabek yang berusia di bawah 40 tahun juga mengalami kesepian derajat sedang. Mereka berpotensi 1,5 kali mengalami kesepian.

Jika dilihat dari status, 60 persen warga Jabodetabek yang belum menikah mengalami kesepian derajat sedang dan berisiko 1,5 kali mengalami kesepian. Namun, bukan berarti orang yang sudah menikah tidak merasa sepi. ”Pada kenyataannya, 47,9 persen responden yang telah menikah masih merasa kesepian,” kata Ray.

Sementara jika dilihat dari sisi gender, 52 persen warga Jabodetabek yang merasa kesepian derajat sedang adalah perempuan. Mereka dua kali lebih berisiko mengalami kesepian.

Beberapa faktor dominan yang menyebabkan orang kesepian antara lain rasa tidak cocok dengan orang sekitar, sering merasa malu dan minder, tidak bisa dekat dengan orang lain, serta memiliki hobi yang tidak sama dengan orang yang ada di sekitarnya.

Baca Juga: Gorila Paling Kesepian di Dunia, 30 Tahun Tinggal Sendirian di Kandang Kebun Binatang Mal

Menurut Ray, sangat sulit untuk mendeteksi orang kesepian karena tidak bisa terbaca dari gerak-gerik atau perilaku seseorang. Mereka yang sedang nongkrong dengan temannya  atau berinteraksi di media sosial pun bisa saja merasa kesepian.

Menurut dia, tidak sulit untuk mengobati rasa kesepian, yakni meminta orang itu untuk lebih membuka diri, menyalurkan hobi dengan komunitas yang baru, dan banyak berinteraksi di ruang publik.

Masalahnya, kini banyak orang yang tidak sadar kalau dirinya kesepian. Karena memang, rasa kesepian hanya bisa terdeteksi dengan skrining menyeluruh melibatkan tenaga profesional, seperti psikolog atau konselor.

Baca Juga: Alami Keguguran, Jessie J: Perasaan Paling Kesepian di Dunia

Karena itu, peran pemerintah sangat dibutuhkan, yaitu menyediakan alat yang valid didukung sistem rujukan kejiwaan yang baik, seperti  ketersediaan sumber daya manusia yang memadai dan menggiatkan skrining berbasis komunitas, seperti di posyandu dan di sekolah.

Skrining di kedua tempat itu dianggap perlu karena banyak kasus perundungan di lingkungan sekolah di mana anak jadi korbannya. ”Karena itu, di setiap sekolah juga dibutuhkan guru yang mengerti kejiwaan anak,” ucap Ray. Kesepian yang mendera warga Jabodetabek, tidak bisa lagi dianggap sepele.

Penulis : Iman Firdaus Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Kompas TV


TERBARU