> >

Anwar Usman Diberhentikan dari Ketua MK, Dinyatakan Terbukti Lakukan Pelanggaran Etik Berat

Hukum | 7 November 2023, 19:23 WIB
Presiden Joko Widodo bersalaman dengan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman saat hadir secara langsung dalam pengucapan sumpah jabatan Ketua dan Wakil Ketua MK masa jabatan 2023-2028 di Ruang Sidang Pleno Gedung I MK, Jakarta, pada Senin, 20 Maret 2023. (Sumber: Tribunnews)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi atau MKMK menjatuhkan sanksi kepada Hakim Konstistusi Anwar Usman dengan pemberhentian dari jabatannya sebagai Ketua MK.

Putusan tersebut disampaikan oleh Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie dalam sidang putusan kasus dugaan pelanggaran etik hakim MK pada Selasa (7/11/2023).

“Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan ketua Mahkamah Konstitusi kepada hakim terlapor,” kata Jimly dalam persidangan yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat.

Baca Juga: MKMK: Saldi Isra Tak Langgar Kode Etik atas Pendapat Berbeda dalam Putusan Usia Capres-Cawapres

Jimly menjelaskan, sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua MK dijatuhkan kepada Anwar Usman karena terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi terkait perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang uji materi terhadap batas usia capres-cawapres.

Hal tersebut, kata dia, sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama prinsip ketakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, dan prinsip kepantasan dan kesopanan.

Selanjutnya, MKMK dalam putusannya memerintahkan Wakil Ketua MK untuk memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan MK yang baru dalam waktu 2x24 jam sejak putusan dibacakan.

Selain itu, MKMK melarang Anwar Usman untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan MK sampai masa jabatannya sebagai hakim konstitusi berakhir.

“Hakim terlapor tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta pemilihan gubernur bupati dan wali kota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan," ujar Jimly.

Baca Juga: MKMK Jatuhkan Sanksi Teguran Tertulis kepada Arief Hidayat, Dinilai Rendahkan Martabat MK

Sebelumnya, MKMK menerima sebanyak 21 laporan terkait dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim terkait putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang ketentuan syarat usia minimal capres dan cawapres dalam Undang-Undang Pemilu.

Isi laporan tersebut bervariasi, antara lain melaporkan Ketua MK Anwar Usman selaku paman Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka yang kemudian mencalonkan diri sebagai cawapres, dan memintanya mengundurkan diri.

Ada juga yang melaporkan seluruh hakim konstitusi, dan hakim yang menyampaikan pendapat berbeda atau dissenting opinion.

Anwar Usman merupakan hakim konstitusi yang paling banyak dilaporkan atas dugaan pelanggaran etik terkait perkara nomor 90/PUU-XXI/2023. 

Baca Juga: [BREAKING NEWS] Detik-Detik Jelang Sidang Putusan Etik Hakim Konstitusi oleh MKMK

Salah satu pihak yang melaporkan Anwar adalah Tim Advokasi Peduli Pemilu. Pelapor menduga Anwar yang merupakan ipar dari Presiden Joko Widodo, melakukan pelanggaran etik karena ikut memeriksa dan memutus perkara uji materi terkait batas usia capres-cawapres 40 tahun. 

Keterlibatannya dalam memeriksa dan memutus perkara tersebut dinilai turut memberi tiket kepada putra sulung Jokowi yang juga keponakannya, Gibran, yang masih berusia 36 tahun, melaju ke Pilpres 2024.

Seperti diketahui, MK memutuskan mengabulkan sebagian permohonan dalam perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.

Sehingga seseorang yang belum berusia 40 tahun bisa mencalonkan diri sebagai capres dan cawapres asalkan pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah.

Gibran sendiri saat ini masih menjabat sebagai Wali Kota Solo.

 

 

Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Edy-A.-Putra

Sumber : Kompas TV


TERBARU