> >

Komnas HAM Dalami Laporan Dugaan Penjualan Senjata dari BUMN ke Junta Militer Myanmar

Hukum | 5 Oktober 2023, 07:05 WIB
Komisioner Komnas HAM Hari Kurniawan (tengah) saat menjelaskan mekanisme pemanggilan BPOM dalam konferensi pers di Gedung Komnas HAM, Jakarta, Jumat (9/12/2022). (Sumber: KOMPAS.com/Fika Nurul Ulya)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tengah mempelajari laporan impor senjata dari tiga BUMN di Indonesia kepada junta militer Myanmar.

Komisioner Komnas HAM Hari Kurniawan menjelaskan, laporan dugaan penjualan senjata dari tiga perusahaan plat merah diterima Komnas HAM pada Selasa (3/10/2023).

Menurutnya, saat ini laporan masih dianalisis dan ditelaah oleh dukungan layanan pengaduan, sehingga pihaknya belum bisa memberikan sikap terkait laporan tersebut. 

"Komnas HAM belum bisa mengambil sikap, (masih) menunggu telaah bagian pengaduan sesuai prosedurnya," ujar Hari saat dikonfirmasi, Rabu (4/10/2023), dikutip dari Kompas.com

Adapun laporan suplai senjata tersebut berasal dari sejumlah pegiat HAM, yakni dua organisasi pegiat HAM di Myanmar, yaitu Chin Human Rights Organisation dan Myanmar Accountability Project, serta mantan jaksa agung dan aktivis HAM Indonesia Marzuki Darusman.

Baca Juga: UE Tolak Peran Diplomatik Myanmar dan Tak Akui Pemerintahan Junta Militer

Tiga BUMN yang dilaporkan yakni PT Perindustrian Angkatan Darat (PT Pindad), PT Penataran Angkatan Laut (PT PAL), dan PT Dirgantara Indonesia (PT DI).

Dalam permohonannya, Marzuki Darusman meminta Komnas HAM melakukan penyelidikan dan bukti-bukti lebih lanjut terhadap dugaan keterlibatan tiga BUMN tersebut. 

Ia juga meminta agar Komnas HAM membentuk tim khusus pencari fakta terkait bisnis perdagangan senjata dan kaitannya dengan HAM.

Menurutnya, tiga BUMN tersebut ikut terlibat dalam pelanggaran HAM berat lantaran menjual senjata dengan pihak yang terafiliasi dengan junta militer Myanmar. 

Dalam laporan itu disebutkan, tiga BUMN itu melanggar ketentuan Pasal 28 UUD 1945 dan UU 39 Tahun 1999 tentang HAM, serta Konvensi Jenewa 1949 dan perjanjian internasional tentang perdagangan senjata.

Baca Juga: DPR RI Desak Kemlu dan Kemhan Investigasi Dugaan 3 BUMN Pasok Senjata ke Junta Militer Myanmar

Bantah jual senjata

PT Dirgantara Indonesia merespons dugaan penjualan senjata ke junta militer Myanmar yang dilaporkan para penggiat HAM.

Direktur Utama PT DI Gita Amperiawan memastikan perusahaan yang dipimpinnya tidak pernah menjual senjata ke pemerintah Myanmar.

Bahkan menurut Gita, sejak PT DI berdiri, tidak pernah ada sejarah transaksi perusahaan yang memproduksi pesawat terbang dan helikopter ini dengan pemerintah Myanmar, baik yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. 

Hal senada juga dijelaskan oleh perusahaan holding BUMN Defend ID, induk dari PT Dahana, PT Pindad, PT Dirgantara Indonesia, dan PT PAL Indonesia.

Baca Juga: Erick Thohir Serahkan Hasil Audit Dana Pensiun BUMN Bermasalah ke Kejagung, Kerugiannya Rp300 Miliar

Direktur Utama PT Len Industri (Persero) Holding Defend ID, Bobby Rasyidin menyatakan tidak ada kerja sama maupun penjualan produk alat pertahanan keamanan (alpahankam) dari perusahaan anak perusahaan Defand ID ke Myanmar. 

Pihaknya juga tidak pernah memasok atau mengekspor sejata produk industri pertahanan ke Myanmar pasca 1 Februari 2021. 

Hal ini sejalan dengan Resolusi Majelis Umum PBB nomor 75/287 yang melarang suplai senjata ke Myanmar.

"Defend ID lewat PT Len Industri (Persero) sebagai induk holding serta beranggotakan PT Dahana, PT Pindad, PT Dirgantara Indonesia, dan PT PAL Indonesia mendukung penuh resolusi PBB dalam upaya menghentikan kekerasan di Myanmar," ujar Bobby dalam keterangan resmi, Rabu (4/10/2023). 

Bobby menambahkan, sebagai perusahaan yang memiliki kemampuan produksi untuk mendukung sistem pertahanan yang dimiliki negara, Defend ID selalu selaras dengan sikap Pemerintah Indonesia. 

Baca Juga: Pindad Eskpor Amunisi 2 Kontainer Setiap Bulan ke Amerika, Targetkan Pendapatan Rp27 T di 2023

Defend ID selalu patuh dan berpegang teguh pada regulasi yang berlaku termasuk kebijakan politik luar negeri Indonesia.

Begitu juga dengan PT Pindad. Ia memastikan PT Pindad tidak pernah melakukan ekspor ke Myanmar setelah adanya imbauan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) pada 1 Februari 2021. Lewat Resolusi Majelis Umum PBB No.75/287, DK PBB melarang suplai senjata ke Myanmar.

Adapun kegiatan ekspor ke Myanmar dilakukan pada tahun 2016 berupa produk amunisi spesifikasi sport untuk keperluan keikutsertaan Myanmar pada kompetisi olahraga tembak ASEAN Armies Rifle Meet (AARM) 2016. 

Demikian juga halnya dengan PT DI dan PT PAL yang dipastikan tak memiliki kerja sama penjualan produk ke Myanmar. 

"Dapat kami sampaikan, tidak ada kerja sama maupun penjualan produk alpahankam dari kedua perusahaan tersebut ke Myanmar," ujar Bobby. 

 

Penulis : Johannes Mangihot Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Kompas TV/Kompas.com


TERBARU