Kisah Eddy Sampak (II): Grasi Ditolak, Penjara Dipanjat
Peristiwa | 2 September 2023, 03:00 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Setelah vonis hukuman mati dijatuhkan, Eddy tak ingin pasrah begitu saja. Dia pun mengajukan grasi kepada Presiden Soeharto. Namun upaya hukum ini ditolak presiden pada 18 Oktober 1984. Eddy kecewa dan diam-diam menaruh kemarahan.
Eddy yang jengkel mulai memikirkan cara agar hidupnya tidak membusuk di penjara atau berakhir di tangan regu tembak. Usaha ini benar-benar dia realisasikan, dengan cara memanjat sel tahanan di Rumah Tahanan Militer Poncol, Baros, Cimahi. Tak sia-sia, Eddy berhasil melarikan diri.
Bermodal KTP palsu, Eddy melanglang buana ke berbagai daerah, dari Serang, Lampung, Jambi, Bengkulu, hingga Palembang.
Baca Juga: Luhut Binsar Pandjaitan: Saya Dibilang Penjahat oleh Cucu Saya, Saya Dibilang "Lord"
Hingga akhirnya Eddy memilih untuk kembali ke Jayanti, Tangerang, tempat di mana istri ketiganya, Saeti, menetap. Di daerah tersebut, Eddy yang merasa kasusnya sudah lama berlalu, tidak lagi menyembunyikan jati dirinya.
Namun kelengahan ini justru jadi akhir petualangannya. Pada suatu hari Polisi menemukan Tabloid Alternatif dan koran Surya Pos Banten. Di dalam masthead dua media massa itu, Eddy tercantum sebagai penasihat dan pembina. Memang, namanya sudah ditambah menjadi Maulana Edy Sampak. Tapi kecerobohan itulah yang membuat aparat mencokok di rumahnya di Serang, Banten, pada Februari 2006 silam.
Eddy yang kala itu sudah berusia 67 tahun dan sakit-sakitan, tak memberikan perlawanan. Semula dia mengira diculik. Namun ketika tahu dibawa ke Lembaga Pemasyarakatan Militer (Lesmasmil) II Cimahi di Jalan Poncol, Baros, Cimahi Tengah, Kota Cimahi, dia baru sadar atas kesalahannya. Kedoknya terbuka.
Penjara Poncol kini menjadi cagar budaya di lingkungan militer. Komandan Lembaga Pemasyarakatan Militer (Masmil) Poncol, Kolonel CHK Widodo, mengatakan bahwa kejadian yang paling diingat dari Masmil Poncol ini adalah kaburnya Eddy Sampak.
"Eddy Sampak adalah mantan tentara yang menjadi terpidana mati pada kasus pembunuhan pada 1979. Ketika itu Eddy Sampak berpangkat Sersan Mayor dan membunuh empat temannya di sebuah daerah di Cianjur," kata Widodo di sela persemian Masmil Poncol sebagai cagar budaya, Kamis 2 Desember 2021.
Ketika ditangkap, Eddy dikenal oleh penduduk setempat sebagai tokoh masyarakat dan tokoh agama dengan sebutan Abah Edy. Warga tak ada yang curiga bahwa sosok relijius itu buronan kasus pembunuhan dan perampokan. Tentu saja karena pembawaan dan sikapnya yang santun.
Baca Juga: 6 Orang Terlibat Penculikan dan Pembunuhan Imam Masykur: 3 Prajurit TNI, Sisanya Warga Sipil
Bahkan, Eddy sempat bolak-balik ke kantor polisi, bukan urusan kriminal tapi mengurus surat-surat. Dia juga memiliki kartu tanda penduduk tanpa ada yang curiga.
Namun sepandai-pandai Eddy menyembunyikan penyamaran, akhirnya terungkap juga. Dia kini mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Cirebon, Jawa Barat dalam usia yang sudah renta, lebih dari 80 tahun.
Pada Agustus 2015, Eddy pernah mengajukan kembali permohonan grasi kepada Presiden Joko Widodo. Tapi lagi-lagi ditolak melalui Keputusan Presiden Nomor 31/G Tahun 2015 tanggal 31 Agustus.
Penulis : Iman Firdaus Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas TV