> >

Ramai Kekayaan Pejabat Tak Wajar Terungkap, Saut Situmorang Sebut Ada Indikasi Pencucian Uang

Hukum | 21 Mei 2023, 19:29 WIB
Mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang dalam dialog Kompas Petang, Minggu (21/5/2023). (Sumber: Tangkapan layar Kompas TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Setelah harta kekayaan pejabat pajak Rafael Alun Trisambodo dikuak mencapai Rp53 miliar dan ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU), publik ramai-ramai menguliti harta kekayaan pejabat lain yang dinilai tak wajar.

Terbaru, harta kekayaan Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Banten, Ati Pramudji Hastuti yang mencapai Rp24,5 miliar dinilai mencurigakan.

Angka tersebut lebih kecil dari Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar yang memiliki harta senilai Rp15 miliar.

Sebelumnya, Kadinkes Lampung Reihana juga menjadi sorotan lantaran memiliki gaya hidup mewah.

Menurut Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), Reihana memiliki harta senilai Rp2,7 miliar.

Baca Juga: KPK Jadwalkan Klarifikasi LHKPN Kadinkes Lampung Pekan Depan, Tunggu Informasi dari Tim di Lapangan

Ati dan Reihana merupakan sebagian kecil dari nama-nama pejabat yang sebelumnya terungkap memiliki harta kekayaan yang tidak wajar.

Menanggapi fenomena tersebut, mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Saut Situmorang mengatakan, harta tak wajar dari pejabat bisa menjadi salah satu indikasi adanya TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang).

“Ya, memang kesulitannya mereka selalu pakai modus bahwa laporannya itu tidak sesuai dengan yang dimiliki. Jadi sebenarnya low profile, tapi sebenarnya high profile banget,” kata Saut di Kompas Petang, Kompas TV, Minggu (21/5/2023)

Saut menjelaskan, untuk mengusut adanya dugaan pencucian uang di kalangan pejabat, penegak hukum tak perlu mencari tindak pidana asal (predicate crime) sesuai Pasal 69 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

“Jadi nggak usah dibuktikan itu hasil korupsi, sebenarnya kalau sudah ada profil yang mencurigakan itu sudah bisa dilakukan penindakan,” jelas dia.

Baca Juga: Kepala Dinas Perpustakaan Makassar Jadi Tersangka Korupsi, Harta Kekayaannya Capai Rp5 M

LHKPN yang saat ini menjadi salah satu alat untuk mendeteksi adanya TPPU pun dinilai belum dikembangkan dengan baik.

Saut mengatakan, pengembangan LHKPN dimulai baru-baru ini.

Sayangnya, penindakan terhadap dugaan pencucian uang baru dilakukan ketika ada pejabat yang ketahuan memiliki gaya hidup mewah atau melakukan flexing di media sosial.

“Mereka lebih kepada reaktif. Kalau ada flexing di media sosial, baru mereka bergerak,” katanya.

Saut berpendapat bahwa penegak hukum seharusnya melakukan verifikasi terhadap LHKPN yang sudah dilaporkan oleh para pejabat.

Sayangnya, hal itu belum banyak dilakukan.

Baca Juga: Rincian Harta Kekayaan Wagub Lampung Chusnunia Chalim yang Mencapai Rp13,6 Miliar

Saut menjelaskan, ada faktor sosiologis yang membuat penegak hukum tidak dilihat sebagai pihak yang mencari-cari kesalahan para pejabat.

“Sebenarnya ketika dia melaporkan (LHKPN) itu, itu para penegak hukum mempunyai kewenangan untuk mempertanyakan kepada (harta) turun, kenapa tambah, kenapa statis, dan seterusnya,” jelas dia.

Apabila para penegak hukum memanfaatkan kewenangan tersebut, kata Saut, maka pengawasan TPPU dapat bekerja dengan maksimal.

Penulis : Fiqih Rahmawati Editor : Deni-Muliya

Sumber : Kompas TV


TERBARU