> >

Charta Politika Sebut Fenomena Relawan sekarang Mengarah Pengultusan bukan dari Keinginan Publik

Politik | 20 Mei 2023, 06:28 WIB
Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya di program Dua Arah KOMPAS TV, Jumat (20/5/2023) malam. (Sumber: KOMPAS TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Di akhir periode memimpin, hasil survei kepuasan publik terhadap Pemerintahan Joko Widodo atau Jokowi masih tinggi. Bisa diartikan masyarakat ingin adanya keberlanjutan dari progam yang dijalankan Jokowi. 

Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya menilai belakangan ini banyak tokoh politik sebagai kandidat capres dan cawapres saling klaim bahwa dirinya adalah figur yang cocok untuk melanjutkan program Jokowi. 

Bahkan saling klaim ini juga terjadi di tengah relawan, termasuk relawan Jokowi sendiri. 

Yunarto menjelaskan, sejatinya hasil survei kepuasan publik terhadap pemerintahan Jokowi tidak diarahkan ke satu atau dua tokoh tertentu, tetapi berikan publik yang akan menilai siapa tokoh yang benar-benar cocok menjalankan keberlanjutan program dari Jokowi. 

Baca Juga: Reaksi Jokowi Diteriaki Relawan Nama Prabowo Saat Pidato di Acara Musra

"Jadi ketika publik ingin bicara keberlanjutan ya sudah, publik mencari orang yang mirip karakter kepemimpinannya dengan Jokowi atau memiliki kemampuan membawa keberlanjutan jangan dikecilkan," ujarnya di program Dua Arah KompasTV, Jumat (20/5/2023) malam.

Yunanto menambahkan fenomena relawan saat ini sudah sangat berbeda saat Pilpres 2014 atau Pilkada 2012. 

Di periode tersebut relawan menangkap keinginan publik yang sering kali berbeda dengan keputusan elite politik. Namun saat ini relawan lebih banyak mengklaim keinginan publik untuk kepentingan elite. 

Bahkan di musyawarah relawan (Musra) Jokowi ada spanduk yang bertuliskan "merah kata Jokowi, merah kata relawan" kemudian tulisan di bawahnya berbunyi "merah kata Gibran, merah kata relawan".

Baca Juga: Jokowi Sebut Ciri-Ciri Pemimpin Ideal di Depan Relawan: Pemimpin Harus...

Adapun saat acara puncak acara, di Istora Senayan, Jakarta Pusat, Minggu (14/5) lalu, relawan Jokowi menyodorkan tiga nama untuk ditentukan Presiden Jokowi sebagai capres hasil Musra.

Di kesempatan tersebut Jokowi belum memilih satu dari ketiga nama yang harus didukung oleh relawannya di 2024. Ketiga nama yang diserahkan yakni Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto dan Airlangga Hartarto. 

"Ini artinya relawan ini sudah berubah dari relawan rakyat untuk menjaga Jokowi, menjadi relawan Jokowi yang mengatasnamakan rakyat. Itu demokrasi kultus itu Orde Baru," ujar Yunanto. 

Ia menambahkan saat ini relawan mulai menerka-neraka, saling klaim dan ingin membaca isi hati Joko Widodo terhadap kandidat capres di 2024 hingga membuat relawan terjebak dalam demokrasi kultus. 

Baca Juga: Hasil Survei Capres, LSI: Pendukung Jokowi Kini Tak Hanya Lihat Ganjar, tapi Juga Prabowo

Jika demokrasi kultus ini terus berkembang suhu politik di Pilpres 2024 akan sama seperti Pilpres 2019. 

Sebab, pengultusan individu akan berdampak rusaknya proses demokrasi karena publik terfokus kepada tokoh tertentu yang didukungnya dan menilai tokoh berseberangan adalah sebuah ancaman. 

"Sebenarnya fenomena relawan itu muncul untuk menangkap keinginan publik yang sering kali berbeda dengan elite, jadi harusnya mereka mendefinisikan diri relawan rakyat untuk Jokowi, bukan relawan Jokowi yang mengatasnamakan rakyat," ujar Yunanto. 

 

Penulis : Johannes Mangihot Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU