Tanggapi Klarifikasi Harta Kekayaan Pejabat oleh KPK, Saut Situmorang: Nggak Sulit Di-TPPU-kan
Hukum | 14 Maret 2023, 19:59 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Jika klarifikasi harta kekayaan pejabat yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berdasarkan data dari Pusat Pelaporan dan Analisi Transaksi Keuangan (PPATK), maka tidak sulit untuk dijerat dengan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Penjelasan itu disampaikan oleh Saut Situmorang, Wakil Ketua KPK periode 2015-2019 dalam dialog Sapa Indonesia Malam, Kompas TV, Selasa (14/3/2023).
Saut menyampaikan, hal itu menjawab pertanyaan pembawa acara tentang apakah klarifikasi harta kekayaan bisa menjadi pintu masuk untuk mengungkap harta wajar dan tak wajar.
“Sebelum itu, kita harus balik dulu, informasi awalnya dari mana. Apakah itu dari LHKPN atau dari PPATK, saya kurang paham ya,” tuturnya.
“Tapi yang jelas, kalau itu informasinya dari PPATK dan itu barang udah matang, nggak sulit untuk kemudian itu di-TPPU-kan, kita punya Pasal 69, nggak perlu penjelasan predicate crime, pokoknya kalau dia nggak bisa buktikan dari mana, udah itu TPPU,” imbuhnya, menegaskan.
Baca Juga: Klarifikasi LHKPN, KPK Panggil Pejabat Kemenkeu Wahono Saputro dan Andhi Pramono
Tapi, lanjut Saut, jika data yang dipoleh berasal dari Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dan laporan PPATK, itu akan menjadi lebih matang lagi.
“Jadi artinya, kalau kita kaitkan juga dengan gambar yang besar, kemarin ada angka 300 yang disampaikan Pak Mahfud, memang sudah saatnya kita masuk ke penyidikan,” ujarnya.
“Jangan terlalu lama, nanti capek juga kita ya kan, nanti hanya wacana-wacana,” tuturnya.
Saat ini, lanjut Saut, semua pihak harus berpikir ke penindakan.
Karena pencegahan yang dilakukan oleh KPK selama ini dinilainya sudah cukup.
Ia juga membenarkan bahwa saat ini tidak perlu lagi menunggu apa predicate crimenya, dan sudah bisa masuk ke tahap penyidikan untuk membuktikan apakah ada TPPU atau tidak.
“Walaupun kemudian pasti kita bisa bayangkan itu dari mana itu asalnya. Nanti bisa nampak belakangan, apakah itu umpamanya gratifikasi, atau kemudian itu suap, dan lain-lain, itu belakangan,” kata dia lagi.
Yang paling penting, menurutnya adalah yang bersangkutan harus bisa mempertanggungjawabkan bahwa harta yang ia miliki bukan dari tindak pidana pencucian uang.
Baca Juga: [BREAKING NEWS] PPATK Sebut Transaksi Mencurigakan Tak Sampai Rp 300 Triliun, Lantas Berapa?
Artinya, dia harus jelas menyebutkan pertangungjawaban yang bersangkutan bahwa uang itu diperoleh secara legal.
“Jangan lupa, bahwa awal dari tindak pidana pencucian uang itu dimulai dari adanya tindakan-tindakan yang melanggar hukum, yang dilakukan oleh seseorang,” katanya.
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Deni-Muliya
Sumber : Kompas TV